28 Poin UU No 10 Tahun 2016 Perlu Direvisi

PASAMAN, METRO – Badan Pengawas Pemiihan Umum (Bawaslu) kabupaten Pasaman menggelar rapat evaluasi, publikasi dan dokumentasi pengawasan Pemilu tahun 2019 menuju pilkada tahun 2020.
Kegiatan tersebut dilaksanakan di Hotel Flom Mitra Lubuk Sikaping. Kamis (29/8) dengan melibatkan insan pers dilingkungan Pemda Pasaman, tokoh masyarakat dan juga para mubalig.
Hadir dalam kegiatan tersebut kordinator divisi pengawasan humas dan Hubal Bawaslu Provinsi Sumatera Barat Vitner SH. MH. Ketua Bawaslu Pasaman Rini Juita MA dan staf Bawaslu Pasaman.
Ketua Bawaslu Pasaman Rini Juwita mengatakan tujuan digelarnya acara ini yakni untuk meningkatkan kapasitas kinerja tentang pemahaman tahapan pemilihan umum, dengan manfaat agar memperkuat komunikasi koordinasi dan kerjasama antara Bawaslu dan Media Massa, serta masyarakat luas.
“Kegiatan ini diharapkan memberikan masukan mengetahui inventarisir masalah Bawaslu dan mewujudkan pemilu yang adil dan jujur,” katanya.
Dikatakan Rini, banyak hal yang mesti dikaji secara utuh untuk meningkatkan partisipasi pemilih terhadap calon peserta pemilukada tahun 2020 mendatang. “Bawaslu ingin memastikan setiap tahapan Pemilu berjalan dengan lancar dan sesuai dengan jalur yang ditetapkan Undang-Undang.
Sebagai pengawas, diharapkan dapat membawa pemilu yang dilegitimasi oleh masyarakat, kami berupaya maksimal dengan melaksanakan fungsi pengawasan dan pencegahan, apalagi melakukan penindakan dengan dugaan pelanggaran di Tahapan Pemilu kada pada tahun 2020 mendatang,” katanya.
Dilanjutkan Rini, secara umum, proses pemilu legislatif pada 17 April 2019 lalu berjalan aman dan lancar. Hanya saja Bawaslu mencatat ada sebanyak 28 poin dalam Undang-undang nomor 10 tahun 2016 tentang pilkada yang mesti diubah dan direvisi. Sebab fungsi kewenangan lembaga pengawas pemilu (Bawaslu) dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 itu terancam kurang optimal dalam menjalankan tugas pada pilkada tahun 2020 mendatang.
“Kami mengharapkan kewenangan Bawaslu tetap sama seperti saat mengawasi pileg April 2019 lalu yakni mengacu kepada undang-undang nomor 7 tahun 2017. Kalau tetap dipakai undang-undang nomor 10 tahun 2016 yang kemenangannya berubah ke Panwaslu jadi rasanya kurang optimal,” jelasnya.
Diungkapkan Rini, ada beberapa kelemahan terkait tugas Bawaslu yang diatur di dalam undang-undang nomor 10 tahun 2016 itu. Kelemahan dalam undang-undang tersebut diantaranya yakni Bawaslu hanya sebatas memberikan romekomendasi ke Komisi pemilihan umum (KPU) terkait adanya kasus pelanggaran administrasi yang dilakukan peserta pemilu.
Selain itu kelemahannya kata Rini yakni terlalu singkat jangka waktu yang diberikan kepada Bawaslu untuk memproses dugaan pelanggaran pidana pemilu. Hanya dibunyikan lima hari saja, lebih pendek dari undang-undang yang di atur pada Undang-undang nomor 7 tahun 2017 yang mencapai 14 hari.
“Kelemahan-kelemahan ini yang harus diubah sehingga penindakan pelanggaran pemilu pada perhelatan pemilu kada tahun 2020 mendatang akan maksimal,” jelasnya.(cr6)

Exit mobile version