SAWAHLUNTO, METRO – Menjelajahi Kota Sawahlunto, beberapa pemandangan alam yang jarang terlihat mungkin akan terlihat di pelupuk mata. Misalnya pada kegiatan masyarakat menggaruk sungai ditemani beberapa alat berat (alber) yang intinya aktivitas rutinitas tambang emas, yang selalu menjadi pemandangan sehari-hari.
Pada kesempatan ini penulis menelusuri berbagai kegiatan tambang emas di Kawasan Talawi, tepatnya di Desa Sijantang. Pengamatan di lapangan pada hari Selasa (20/8) tak jauh dari PLTU Sijantang, terpapar jelas berbagai peralatan penambangan emas di batang sungainya.
Beberapa alat berat grasak grusuk beraksi di bantaran sungai tersebut. Juga terlihat pekerja yang tengah sibuk dengan tugas masing masing. Ada yang asyik dengan peralatannya dan ada juga yang sibuk menggaruk garuk pasir di samping beberapa rekannya hanya melihat saja dengan tangan berlipat kebelakang.
Penasaran dengan hal itu, sayapun bertanya pada masyarakat setempat. Katanya kegiatan ini telah lama di kawasannya dan menjadi penghasilan pokok oleh beberapa warga, kata pria paruh baya yang tidak mau menyebutkan namanya.
Sambil menunjuk ke arah tambang, ia mengatakan, tambang emas ini sering berpindah pindah, sebelumnya dengan jarak sekitar 500 meter dari lokasi yang ditunjuk dan sebelumnya lagi sekira 200 meter. “Mungkin lahan sebelumnya sudah habis emasnya, maka dari itu mereka pindah,” katanya dengan raut biasa saja.
Saat ditanya berapa kira kira penghasilan warga yang ikut menambang, ia sejenak berpikir dan menceritakan pengakuan rekannya yang ikut dalam operasi diduga ilegal tersebut.
“Wah, lumayan banyak, ada teman saya yang mendapat 1 ons emas perhari, jika sekarang 1 emas itu 1juta lebih, sudah berapa penghasilan dia sebulan tu,” ujarnya dengan logat minang.
Namun, pria itu menyayangkan akan pendapatan penambang yang masuk kategori tak layak makan, pasalnya menurutnya hal tersebut adalah ilegal dan termasuk barang haram.
“Bukan saya sok ya, namun walaupun penghasilannya lumayan banyak, jika dibelikan pada makanan ya, ilegal tetap ilegal, haram tetap haram, tapi mau bagaimana lagi, mencari kerjaan mungkin memang susah sekarang ya,” keluh bapak yang mengaku punya tiga anak ini.
Puas dengan cerita pria ramah tersebut, penulis pun beranjak menuju Kantor Desa Sijantang Koto, walau kepala desa yang diketahui bernama Delfi Makmur tak di lokasi, telepon seluler menjadi pelunas konfirmasi berikutnya.
Menurutnya, pihak desa beserta pelaku adat telah membicarakan hal itu pada penambang. Tambang boleh beroperasi jika telah mendapat izin dari provinsi. “Namun hingga kini, masih ada tambang emas di Sijantang, dan hal itu telah kita terangkan bahwa desa tidak ada hak memberikan izin operasi. Namun, mereka mereka tidak acuh akan pembicaraan (rapat) sebelumnya, hingga tidak dapat dihentikan,” ungkap Delfi dengan geram.
Belum puas dengan keterangan Kepala Desa Sijantang, penulis beralih ke Kantor Desa Hilie dimana Talawi Hilie juag terdapat beberapa titik tambang emas yang diduga masih terbilang ilegal tersebut.
Pangakuan dari Ferdian Irawan sebagai Kepala Desa, pada tanggal 28 Juli lalu ia menerima surat dari masyarakat yang diwakili oleh Pokwasmas yang menyatakan kerisihannya terkait kegiatan tambang emas, ditakutkan berdampak pada ikan. (zek)