SAWAHLUNTO, METRO – Upaya Pemko Sawahlunto merevitalisasi songket Silungkang dengan menghidupkan kembali pewarnaan alami, merupakan salah satu upaya Pemko Sawahlunto dalam memperluas pasar dan menghantar kekayaan budaya lokal ini mendunia. Kepala Dinas Koperindag Kota Sawahlunto Drs Marwan didampingi Kabid Perindustrian Gustaf mengungkapkan, leluhur Indonesia membuat dan menggunakan songket pewarna alam sejak abad 18. “Keaslian inilah yang akan kita hidupkan kembali,” ujar Marwan, kemarin.
Meski tak semeriah pewarna sintetis, Songket Silungkang dengan pewarna alami memiliki kualitas jauh lebih baik dibandingkan pewarna sintetis, namun bukan perkara mudah mewarnai benang tenun dengan pewarna alami. Saat ini sudah banyak pengrajin Sawahlunto yang mengaplikasikan pewarna alam. Salah satunya, Kamiar dan kelompok tenunnya di Dusun Pisang Kalek Desa Balai Batu Sandaran.
Ibu beranak tiga ini tetap berusaha menghidupkan songket pewarna alami meski butuh proses berhari-hari untuk proses pewarnaan saja. Sedangkan jika menggunakan benang sintetis tinggal langsung ditenun saja. Pewarnaan alami songket paling cepat membutuhkan waktu 3 hari dimulai dari penggilingan dan perebusan bahan seperti kulit jengkol untuk warna coklat, daun jati untuk warna kemerahan, daun indigo untuk kebiruan, atau daun lain yg bergetah. Kemudian pencelupan benang, dijemur, kemudian penguncian warna menggunakan tawas, kapur dan tunjung agar warnanya tidak luntur.
Meski pewarna sintetis unggul dalam waktu, Kamiar mengaku pewarna alami membuat kain lebih lembut, tidak iritasi di kulit, warnanya tidak mudah luntur dan harga jualnya lebih tinggi. Untuk Songket warna sintetis, Kamiar menjual dengan harga sekitar 500 ribu rupiah untuk sarung plus selendang, namun untuk songket pewarnaan alam, ia membandrol 500 ribu untuk selendang siap pakai saja.
Meski lebih mahal, ia mengaku tidak tersendat dalam pemasaran. Selalu ada saja yang memesan songket-songket produksi kelompoknya lewat telfon atau datang langsung ke desanya. Pengusaha-pengusaha songket Silungkang juga siap menampung produksi kelompoknya.
“Alhamdulillah disini kita belum pernah tersendat dalam memasarkan produk” ujar Kamiar pengrajin yang siap melayani permintaan songket di nomor 082173291809.
Kamiar mengaku, belajar teknik pewarnaan alami sejak 2014 dan telah membantu Pemerintah kota dalam menyebarkan keterampilan ini melalui workshop-workshop tenun ke beberapa kelompok tenun di beberapa desa tetangga. Disebutkan Gustaf, Kabid Perindustrian, saat ini trend fashion dunia cenderung ke pewarna alam sehingga songket pewarna alam lebih diterima pasar global karena bernilai tinggi dan ramah lingkungan.
‘Jika nanti banyak pengrajin menggunakan pewarnaan alami, ini akan berpotensi membuka lapangan usaha, yakni usaha pembuatan sari warna alami dan pencelupan benang” ujar Gustaf kepada humas. (rel/zek)