Disebutkannya berdasarkan penelitian bebatuan di Korong Surantih Lubuk Alung berjenis batuan beku Andesit Basaltik, berbutir halus , disusun oleh mineral kuarsa, feldspar alkali, plagioklas.
Batuan berupa tiga lapisan Columnar Joint jenis Upper Colonnide di bagian atas–jenis Entablatur di bagian tengah–Lower Colonnide di bagian bawah yang menunjukkan sebagai aliran Lava Lateral sebagai bagian dari tubuh Lava Dome yang bersumber dari terobosan magma melalui rekahan bumi (dyke).
Batuan beku Andesit Basaltik telah mengalami pelapukan mengulit bawang (Spheroidal Weathering) yang meninggalkan bekas guratan horizontal striations/ chisel mark dan nodul lekukan lekukan garis dan cekungan.
Struktur Columnar Joint Surantiah ini cukup sempurna dan lengkap serta melampar cukup luas. Diperkirakan penyebaran batuan Andesit Basaltik dengan strukur Columnar Joint meliputi wilayah radius 1–2 kilometer.
Tubuh batuan bentukan yang masih utuh dan alami tidak menunjukkan adanya tanda tanda indikasi adanya perlakuan manusia sebagai aktifitas perikehidupan dan kebudayaan manusia sebelumnya. Sehingga Kawasan Batuan Andesit Colummnar Joint Lokasi Pertambangan IUP Azman tidak termasuk klasifikasi Objek Cagar Budaya.
Sementara, Kepala Bidang Pertambangan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Sumatera Barat Sumbar), Edral Pratama, mengatakan fenomena unik di Korong Surantih, Nagari Lubuk Alung ditemukan setelah ada aktivitas penambangan di lokasi tersebut. “Fenomena itu kan setelah adan penambangan terlihat, jadi dari awal tidak ada ditemukan,” sebutnya.
Dikatakannya, penetapan cagar budaya yang berdempetan dengan izin penambangan galian C tersebut, karena perbedaan sudut pandang. Dari awal, secara geologi tidak ada ditemukan efek aktivitas manusia pada bebatuan di Korong Surantih, sementara potensi untuk penambangan ada.
Dengan dasar itu, maka, Dinas Energi dan Sumbar Daya Mineral (ESDM) memberikan izin untuk penambangan galian C. Tiba-tiba saat ekplorasi ditemukan ada pola menarik dari bebatuan tersebut, kemudian orang budaya menyatakan itu cagar budaya.
“Waktu izin diproses sampai ditetapkan, ada waktu penyelidikan kami orang pertambangan, ada potensi batu yang bisa dieksploitasi dan ditambang. Sementara yang mengurus izin, sah mengikuti sesuai aturan. Terbitlah izin, izinnya legal, seiring dengan beraktivitas, ada fenomena yang menarik. Bagi goelogi, itu lumrah. Batu macam-macam, bentuk,” jelasnya.
Menurutnya, alur permukaan batu tersebut di manapun di dunia ini, selalu ada. Karena terbentuk proses alam. Dari surut pandang geologi, sah-sah saja batu tersebut di tambang. “Diakui, ada bentuk batuan yang agak unik. Kami berharap, ada solusinya. Fenomena unik ini, terlokalisir. Kemudian aktivitas penambangan tetap jalan,” harapnya.(rel/fan)















