PADANG, METRO–Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi menyoroti penyebab masih banyaknya kasus perkawinan anak di Ranah Minang karena tekanan ekonomi, faktor sosial, budaya, serta minimnya pendidikan. “Masih banyak anak yang menikah pada usia dini karena tekanan ekonomi, sosial serta minimnya pendidikan,” ungkap Mahyeldi.
Padahal perkawinan anak bisa berujung pada risiko kekerasan dalam rumah tangga hingga masalah kesehatan reproduksi. Oleh sebab itu, perlu edukasi yang berkelanjutan mengenai hak-hak perempuan dan anak serta perlindungan hukum yang tersedia.
“Banyak kasus yang tidak dilaporkan karena masih adanya stigma di masyarakat. Ini tantangan kita bersama,” kata Mahyeldi.
Merujuk data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (Simfoni PPA), tren kekerasan terhadap anak di Sumbar masih tergolong tinggi.
Pada 2022 tercatat 617 kasus dan naik menjadi 841 kasus pada 2023, kemudian turun menjadi 721 kasus pada 2024. Jenis kekerasan yang paling banyak dilaporkan berupa fisik, psikis dan seksual dengan korban didominasi anak usia 13 hingga 17 tahun.




















