PADANG, METRO–Di beberapa daerah di Indonesia banyak tanah ulayat hak masyarakat adat hilang. Kondisi ini terjadi karena sertifikat objek dan subjek dari tanah ulayat tersebut tidak jelas. Sehingga banyak korporasi atau perusahaan yang tidak bertanggungjawab mengambilalih secara sewenang-wenang.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid mengungkapkan, pemerintah saat ini belajar dari kesalahan masa lampau. Seperti yang terjadi di Provinsi Riau. Hak adat melayu tidak pernah dipetakan, digambarkan dan daftarkan secara hukum.
“Kondisi ini berdampak banyak yang ambil Hak Guna Usaha (HGU)-nya korporasi untuk kepentingan perusahaan dan pribadi. Tidak hanya di Riau, di Jambi tanah ulayatnya habis. Termasuk Kalbar, Kalteng juga habis,” ungkap Politis Partai Golkar itu saat kegiatan Sosialisasi Pengadministrasian dan Pendaftaran Tanah Ulayat di Provinsi Sunar, Senin (28/4) diAuditorium Universitas Negeri Padang (UNP).
Nusron menegaskan, pemerintah tidak ingin kejadian di Provinsi Riau terjadi juga Sumbar. “Kami dipesan khusus Presiden RI, Prabowo Subianto minta tertibkan dan atasi penggunaan HGU dan Hak Guna Bangunan (HGB). Penggunaan dan pengakuan hak tanah ulayat di seluruh Indonesia harus dengan prinsip keadilan dan kesinambungan ekonomi masyarakat,” tegasnya.
Nusron mengungkapkan, total tanah di Indonesia, termasuk hak adat mencapai 190 juta hektar. Seluas 120 juta hektar termasuk kawasan hutan. Sisanya 70 juta hektar termasuk Hak Pengelolaan (HPL). Dari total luas lahan tersebut, sudah dilakukan pendataan bidang tanah mencapai 121 juta hektar. Ada 15, 5 juta hektar lahan yang belum disertifikat dan terdaftar di Kementerian ATR/BPN. Termasuk tanah ulayat.
Nusron juga mengungkapkan fakta, dari 70 juta hektar HPL tersebut, HGU dan HGB mencapai 40 persen, yang terdiri dari 4 ribu perusahaan atau PT. “Jika dipetakan satu-satu yang punya PT tersebut hanya 60 keluarga di Indonesia,” terangnya.
Kondisi ini menurutnya, tidak boleh terjadi terus-menerus. Salah satu sebabnya, menurut Nusron, dulunya hak ulayat adat tidak ada batas dan peta bidang dan monitor satelit. Sehingga banyak perusahaan yang tidak bertanggungjawab main ukur saja.
“Agar kondisi ini jangan sampai terulang di Sumbar. Kami bertekad agar tanah ulayat di Sumbar harus terjaga. Tidak boleh orang lain masuk mensertifikatkan. Untuk kerja sama lahan tidak bisa dilakukan tanpa persetujuan tetua-tetua adat. Untuk kerja sama harus tahu peta mana yang tanah ulayat mana yang tidak,” tegasnya.
Tanah Ulayat di Sumbar
Khusus di Provinsi Sumbar, Nusron mengungkapkan, berdasarkan 426 bidang tanah ulayat hak masyarakat adat, luasnya mencapai 3 juta hektar. Tanah ulayat yang paling banyak di Kabupaten Pesisir Selatan (Pessel). Sementara di Padang hanya 25 bidang.




















