TERKAIT adanya pemberitaan pascakunjungan Pemerintah Kota Payakumbuh bersama sejumlah insan pers Luak Limopuluah ke Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau, beberapa waktu lalu. Di mana dalam pertemuan dengan sejumlah perantau banyak yang mengusulkan kami maju sebagai kandidat Gubernur Sumatera Barat (Sumbar) periode mendatang.
Secara pribadi kami merasa tersanjung dan mengapresiasi, tapi sekaligus mikir. Apakah mereka ini serius, mengusulkan seorang walikota di kota kecil semacam Payakumbuh untuk mengurus level Pemprov Sumbar?
Pikiran menjadi lebih jauh, karena mereka yang mendorong untuk maju bukan sembarang orang juga. Ada mantan MenpanRB Asman Abnur yang kebetulan juga bertemu langsung dengan saya di waktu yang berbeda, termasuk Ketua Gonjong Limo Batam, Hj. Davisko. Ada juga Sekretaris Ikatan Keluarga Sumatera Barat Batam, Mulyadi, dan sejumlah perantau lainnya yang cukup berpengaruh di tanah rantau.
Dukungan itu, bagi saya pribadi hanya jadi bahan renungan semata. Sebab bagaimanapun, tradisi kami Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di mana saya bernaung, jabatan merupakan sebuah amanah. Kami tidak terbiasa mengejar-ngejar jabatan. Apalagi terang-terangan meminta jabatan. Amanah jabatan sesuatu yang justru kami takuti, mengingat beratnya pertanggungjawaban sebuah amanah.
Di samping dari tanah rantau, jauh sebelumnya, kami juga telah menerima banyak dorongan dan dukungan serupa dari ranah, khususnya warga Luak Limopuluah dan beberapa tokoh minang yang kenal baik dengan kami.
Menurut mereka, kami layak promosi ke Sumbar Satu, karena menilai kerja kami selama ini di Payakumbuh dianggap cukup baik. Dikatakan, kami bukan tipe pemimpin yang aneh-aneh serta sungguh dan tekun dalam bekerja.
Bahkan ada yang bilang, “Pak Wali ini sebetulnya bak Ridwan Kamil-nya Jawa Barat. Ridwan Kamil Sukses Pimpin Bandung lalu promosi ke Jawa Barat, maka Pak wali juga harus promosi ke Sumbar Satu”, demikian kata sahabat itu.
Saya cuma ketawa saja, karena saya tahu, ia tahu betul bahwa saya dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil adalah sahabatan dan berasal dari almamater yang sama yaitu ITB.
Tapi, tentu tak sama, Ridwan Kamil memimpin Kota Bandung, Ibu Kota Jawa Barat yang punya kompleksitas masalah. Kalau saya, apalah, meski dinilai berhasil, saya hanya memimpin Kota Payakumbuh, sebuah Kota Kecil di Sumbar. Lagi-lagi ini menjadi perenungan dan bahkan instrospeksi saja bagi saya. Ini semua saya jadikan motivasi tersendiri untuk terus memberikan kerja-kerja terbaik bagi masyarakat, khususnya di Payakumbuh.
Tapi kalau boleh jujur dan kalau boleh meminta, saya justru lebih senang menjadi walikota saja, dak usah jadi gubernur. Saya akan selesaikan periode kedua pemerintahan saya, dan setelah itu saya mau balik lagi menjadi pengusaha. Dunia lama yang sangat saya sukai.
Bagi saya, dunia usaha ini lebih cocok buat seorang Riza Falepi dengan segala karakter yang dimilikinya. Saya boleh dibilang terjerumus ke dunia politik. Hehehe. Saya boleh katakan, saya bukanlah orang politik atau politisi, yang kadang-kadang sedikit banyaknya ada pertentangannya dengan jiwa dan hati kecil saya.
Dalam politik, kadang dibutuhkan usaha-usaha menarik perhatian, sandiwara bahkan ada akrobat-akrobatnya juga. Dan saya bukan tipe orang yang terlalu berkeinginan seperti itu. Saya orangnya apa adanya. Mungkin karena saya orang teknik atau eksak, suka berjelas-jelas saja.
Maka hari ini, bagi saya, sudah bisa hidup bersama masyarakat dan bekerja memberikan yang terbaik bagi masyarakat Payakumbuh, sudah merupakan suatu kebahagiaan tersendiri dengan segala kekurangan yang saya miliki.
Sebenarnya, untuk membantu masyarakat tidak harus menjadi kepala daerah dan juga tidak harus menjadi seorang Gubernur. Kita bisa berbuat sesuai dengan bidang dan profesi serta keahlian yang kita miliki.
Untuk posisi Gubernur Sumbar ke depan, menurut hemat saya, kita harus cari dan dudukan putra terbaik Sumbar yang betul-betul mengabdi untuk kemajuan daerah. Kita cari orang yang sudah selesai dengan diri dan keluarganya, sehingga bisa fokus mengurus daerah.
Dan saya yakin, banyak putra daerah terbaik di luar Riza Falepi yang memiliki kapasitas tersebut. Saya sendiri, sekali lagi bukan dalam posisi akan mengejar-ngejar jabatan tersebut, sesuai dengan patron yang ada dalam partai yang menaungi saya. Kita pada posisi siap menerima arahan, sebab begitulah kami dibentuk.
Tapi sekali lagi, dari hati kecil saya, kalau boleh, carilah Putra Minang terbaik selain saya. Lalu kita akan dukung bersama-sama untuk memajukan Sumbar. Insyaallah saya juga tidak akan kalah bersemangat membantu beliau, untuk bisa menghadirkan Sumbar yang lebih maju.
Sebab, saya dan tentu kita semua ingin, pertumbuhan ekonomi Sumbar bisa tumbuh dan berkembang pesat. Kalau bisa lebih tinggi dari pertumbuhan ekononi nasional. Sehingga suatu saat akan tercipta kemakmuran dan kesejahteraan berkelanjutan yang sudah tersistem dengan baik. Sehingga siapapun pemimpin kedepan dia tinggal melanjutkan saja.
Kita tidak ingin terjadi kondisi yang digambarkan oleh Asman Abnur, Mantan MenpanRB. Dalam suatu kesempatan, beliau mengatakan kepada kami, bahwa banyak pemborosan yang dilakukan pemerintah, akibat program yang dibuat tidak mengacu kepada prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik, termasuk Pemda. Bahkan beliau katakan lebih Rp300 triliun terjadi in-efisiensi/pemborosan penggunaan anggaran tiap tahun.
Maka, inilah betapa pentingnya kita menghadirkan pemimpin Sumbar yang baik dan punya kapasitas yang memadai. Meski saya yakin orang Minang cerdas memilih pemimpin, akan tetapi saya tetap berpesan, tetaplah berhati-hati. Bolak-balik dalam menimbang dan memilih, gunakan raso jo pareso. Apakah beliau, calon pemimpin yang akan diusulkan bisa menjunjung amanah berat tersebut.
Ke depan, sebetulnya, kemajuan suatu daerah termasuk Sumbar, tidak lagi bergantung pada pemerintah daerah saja. Porsi anggaran terbesar dalam membangun negara tidak lagi di APBD atau APBN. Porsi terbesar justru ada pada pengusaha. Sehingga ke depan, sebenarnya yang akan menjadi pahlawan kita adalah para pengusaha tersebut.
Inilah sebetulnya yang perlu dipikirkan dan di back up dengan baik oleh pemerintah termasuk kepala pemerintah daerah, agar mereka bisa menjadi pemain global. Terutama pada produk atau komoditas yang berkualitas ekspors. Kalau di daerah kita seperti manggis, randang, gambir, minyak kelapa dan lain lain. Ini perlu pemikiran yang lebih tajam untuk meramu ini semua, sehingga kelak kita bisa menjadi propinsi termaju.
Saya masih banyak menemukan kemiskinan di berbagai tempat. Yang kita sedihkan bukan karena mereka tidak punya uang atau tidak punya apa-apa. Akan tetapi, lebih karena mereka tidak punya kesempatan yang cukup yang diberikan penguasa untuk bisa berkembang mencari nafkah sendiri. Ini menurut saya yang perlu diperhatikan. Pemimpin ke depan harus mampu membuka dan memberi kesempatan luas kepada mereka agar bisa keluar dari jerat kemiskinan.
Nah, tipe pemimpin seperti inilah yang perlu kita persiapkan untuk Sumbar ke depan. Siapapun yang bisa mengatasi ini, saya kira layak memimpin Sumbar kedepan. Saya yakin pasti ada, cuma perlu kita temukan.
Lalu, mungkin ada yang bertanya, bagaimana dengan saya? Jawabnya, saya hanya ingin putra terbaik hadir memimpin Sumbar ke depan. Kalau saya, sekali lagi apalah, saya hanya walikota kecil, Walikota Payakumbuh. Mengurusi Payakumbuh saja masih banyak kekurangan, masih banyak yang belum selesai dan kadang-kadang masih banyak rakyat yang belum puas. Lebih baik carilah yang terbaik. Kita dukung bersama-sama dan kita bantu dia mewujudkan kemakmuran di Sumatera Barat. Wallaha’lam. (Riza Falepi)