PDG. PANJANG, METRO– Masjid Agung Manarul ‘Ilmi Islamic Centre pagi itu, Jumat (10/1/2025), terasa hidup oleh semarak pengunjung yang hadir pada kajian Ustadz Syafiq Riza Basalamah. Di salah satu sudut pelataran masjid, Irfan Rifai (39), seorang pedagang keliling buku-buku agama, tengah sibuk menata dagangannya. Sejak pukul 08.30 WIB, ia sudah membuka lapak sederhana yang penuh dengan mushaf Al-Qur’an, Kitab Sirah Nabawiyah, Bulughul Maram, dan buku-buku Islam lainnya. Harganya bervariasi, mulai dari Rp12.000 hingga Rp200.000, menjangkau berbagai kalangan.
Irfan terlihat melayani seorang pembeli yang tertarik dengan mushaf Al-Qur’an berukuran sedang. “Berapa harganya, Bang?” tanya seorang bapak.
“Yang ini Rp.60.000, Pak. Ini mushaf khusus dengan terjemahan dan tafsir singkat,” jawab Irfan dengan ramah.
Kepada POSMETRO, pria yang berdomisili di Kebon Kacang, Jakarta itu telah melakukan perjalanan panjang. Dua hari sebelumnya, ia meninggalkan rumah menuju lokasi pengajian ini setelah mendapat kabar melalui grup WhatsApp panitia.
Sebagai mantan tim logistik Ustaz Khalid Basalamah dan Ustaz Syafiq Basalamah, Irfan paham acara ini menjadi momentum berharga, bukan hanya untuk berdagang melainkan untuk berbagi ilmu.
Tak jauh dari situ, seorang pemuda terlihat memilih buku Sirah Nabawiyah. “Ini bagus untuk belajar sejarah Nabi, Mas. Ustaz kerap rekomendasikan buku ini di kajian,” ujar Irfan sambil menyerahkan buku tersebut.
Interaksi di lapaknya tak sekadar soal jual beli. Banyak pembeli yang meminta rekomendasi atau sekadar berbincang tentang buku yang sedang tren di kalangan kajian Salafi.
Dalam sebulan, Irfan bisa berjualan di 10 hingga 12 lokasi pengajian besar di seluruh Indonesia, termasuk di Makassar dan kota-kota besar lainnya.
Hasil dari berdagangnya bisa mencapai Rp5 juta sampai Rp10 juta per kegiatan. Meski terlihat menguntungkan, Irfan mengakui tak semua perjalanan berjalan mulus.
“Alhamdulillah, saya banyak bertemu orang baru dan mendapatkan kenalan dengan berdagang buku buku ini. Kadang kalau hujan, dagangan sepi. Ada juga panitia yang tidak menyediakan tempat untuk pedagang. Tapi semua itu bagian dari perjuangan, dan saya nikmati,” ujarnya dengan senyum penuh kesabaran.
Irfan bukanlah nama aslinya. Ia lahir sebagai Daniel di Toraja, dalam keluarga Protestan. Ketika ibunya meninggal dunia saat ia baru berusia empat tahun, Daniel diasuh oleh bibinya yang seorang mualaf.
Bibinya tak hanya merawat, tetapi juga mengenalkan Islam hingga ia mengganti namanya menjadi Irfan Rifai.
Namun, perjalanan keimanannya tak selalu mulus. Saat SMA, Irfan sempat menjadi ateis, mempertanyakan banyak hal tentang agama. Tapi, hidayah Allah kembali membawanya ke jalan Islam. Sejak saat itu, ia bertekad menjadikan Islam sebagai pedoman hidupnya
Dalam perjalanan usahanya, ia pernah membuka usaha laundry, tetapi bisnis itu tak bertahan lama. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk berdagang buku agama.
Selain itu, Irfan juga menjual baju koko dan parfum di berbagai acara pengajian. Adapun yang membuatnya tetap semangat berjualan buku-buku agama ini lantaran terdapat jalan dakwah.
“Dengan berdagang buku agama, saya berharap bisa jadi bagian kecil dari upaya menyebarkan kebaikan. Mungkin saya bukan ustaz, tapi buku-buku ini bisa menjadi jalan hidayah bagi orang lain. Itulah yang membuat saya terus melangkah,” tuturnya. (rmd)
Komentar