Ia memastikan, semua sandal buatannya menggunakan bahan alami, tanpa campuran plastik atau bahan sintetis lainnya, sehingga menghasilkan tarompa yang awet dan tahan air. “Sayangnya, harga bahan baku yang mahal, kita hanya mampu membeli kulit sapi kering sesuai jumlah modal yang tersedia,” aku Arlen.
Apalagi kata Arlen, di tengah semakin maraknya penjual Tarompa Datuak di Pasar Padang Panjang, kita menghadapi tantangan besar. Banyak produk yang dijual bukan hasil buatan tangan lokal, melainkan produksi dari luar daerah. Akibatnya, permintaan terhadap Tarompa Datuak buatan Arlen menurun drastis dalam dua tahun terakhir. “Biasanya ada pesanan dari Batam, Bukittinggi, Batusangkar, bahkan ada yang dari Pulau Jawa. Sekarang sepi,” ungkapnya.
Meski demikian, kita tetap konsisten membuka usaha setiap hari dari jam 9 pagi setelah melakukan kegiatan di ladang, hingga tutup pukul setengah 6 sore. Kedai sederhana tanpa nama itu, menjadi saksi perjuangannya menjaga tradisi. “Kalau tidak membuat tarompa, saya justru merasa jenuh. Karena ini sudah menjadi bahagian dari hari-hari saya,” katanya sambil tersenyum.
Arlen bercerita, pernah mendapatkan bantuan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), yang membantunya memulai usaha sendiri setelah bekerja dengan orang lain di Silaing selama 15 tahun.
Arlen memiliki tiga anak perempuan. Meski belum sepenuhnya terjun dalam usaha ini, ia optimis tradisi ini akan mereka teruskan suatu saat nanti. “Sayang sekali kalau tradisi ini punah. Padang Panjang harus punya kebanggaan dengan karya asli seperti ini,” katanya.
Kata Arlen, Tarompa Datuak bukan sekadar sandal, ini adalah jejak sejarah, simbol adat, dan bukti cinta terhadap warisan Niniak Mamak terdahulu. Saya hanya ingin tradisi ini hidup, dikenal, dan dihargai. Bukan untuk saya saja, tapi untuk Padang Panjang dan generasi selanjutnya,” katanya penuh harap,” tandasnya. Meski tak memiliki nama tempat usaha, pelanggan dari berbagai daerah, seperti Batam, Bukittinggi, hingga Pulau Jawa, tetap datang langsung untuk memesan karya Arlen. Sandalnya dijual seharga Rp200.000 hingga Rp250.000, tergantung jenis dan tingkat kesulitannya. (rmd/rel)















