Oleh: Winny Alna Marlina ST MM (Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unand)
SAMPAH masih menjadi permsalahan yang ada di Indonesia terutama di Payakumbuh, Sumatera Barat. Setiap hari, aktivitas manusia menghasilkan banyak sampah, baik organik maupun anorganik. Tanggal 29 Desember 2023, Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Payakumbuh mengalami longsor karena melebihi kapasitas. Padahal kapasitas dari TPA seluas 1,5 hektare untuk sel sampah. Hal ini disebabkan masyarakat belum memilah sampah sebelum dibuang ke tempat pembuangan sementara.
Sementara jumlah karena jumlah sampah yang dihasilkan masyarakat berjumlah 80-85 ton per hari dan meningkat dari tahun 2023. Dari jumlah sampah 85 ton per hari, sampah organic yang di olah hanya sekitar 3% menjadi kompos dasar dan 1% menjadi kompos.
Jumlah sampah yang dikelola oleh masyarakat masih minim. Jika sampah ini terus dibuang ke TPA tanpa dikelola akan menimbulkan dampak terhadap kesehatan dan permasalahan lingkungan. Menurut Saibah dkk (2018), sampah didefinisikan sebagai limbah organik dan anorganik yang tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan.
Sampah dapat dikelompokkan menjadi sampah non organic dan sampah organik. sampah non organic terdiri dari sampah yang dihasilkan oleh manusia, sampah dari alam, sampah dari industri, sampah dari pertambangan, sampah konsumsi, sampah nulir atau limbah radioaktif. Sedangkan sampah organik adalah sampah yang terbuat dari sisa makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan hasil olahannya yang dapat terurai secara alami tanpa menggunakan kima.
Sampah organik adalah bahan yang dianggap tidak berguna dan kemudian dibuang karena tidak dapat terurai kembali. Contoh sampah organik termasuk sisa sayur-sayuran, kulit buah, dan buah-buahan lainnya (Rusdiana, 2021).
Dari Observasi ke TPA Payakumbuh, 2023, sampah organik masih bercampur dengan sampah nonorganik menjadi Gunung Sampah di TPA padahal sampah organic yang tidak diolah dengan baik dapat mencemari lingkungan sehingga menyebabakan kematian pada beberapa hewan.
Hal ini mendorong perlunya pemanfaatan sampah di Kota Payakumbuh terutama di Kelurahan Tikar, Payakumbuh. Kegiatan pengabdian ialah salah satu dari Tridharma Perguruan Tinggi, menurut UU No.12 Tahun 2012, Pasal 1 Ayat 9 untuk mengabdikan diri kepada masyarakat. Dengan melakukan ini, perguruan tinggi menjembatani dunia pendidikan dengan masyarakat serta menacari solusi dari permasalahan dari masyarakat.
Tujuan dari pengabdian adalah untuk membantu masyarakat memecahkan masalah pengelolaan sampah. Target dari pengabdian ini di Keluarahan Tiakar karena keluaharan ini telah pernah berkolaborasi dengan tim FEB Universitas Andalas, Kampus Payakumbuh 2023 untuk pengelolaan sampah organic menjadi eco enzyme. Hal ini tertuang dengan Nota Kesepatakan dengan Nomor 027-LPM/TKR/2023. Kelurahan ini sendiri memili 1267 rumah tangga dan merupakan kawasan perumahan.
Namun pengelolaan sampah di area ini belum memadai, masyakat masih membuang sampah tanpa memilah sampah organic dan nonorganic. Pengelolaan sampah sangat penting dan tertuang dalam Peraturan No.18/2008 tentang pengelolaan sampah menetapkan prinsip Reuse, Reduce, and Recycle (3R), yang berarti menggunakan kembali sampah untuk berbagai tujuan dan mengurangi jumlah sampah yang menyebabkan timbunan sampah. Untuk itu diperlukan pengelolaan sampah terutama sampah organik.
Tujuan dari pengabdian ini adalah untuk membuat cairan pembersih atau disinfektan dari eco-enzyme untuk pengurangan sampah organic di Kelurahan Tiakar, Payakumbuh. Manfaat dari Pengabdian Masyarakat Pelatihan Pengelolaan Limbah Organik Rumah Tangga Menjadi Pupuk Organik, yaitu:
- Memberikan pengetahuan dan pelatihan kepada warga Kelurahan Tiakar, Payakumbuh tentang cara menggunakan sampah untuk mengubahnya menjadi eco enzyme;
- Mengurangi pencemaran lingkungan dengan menggunakan sampah;
- Memberikan kesempatan kepada masyarakat, terutama kepada warga Kelurahan Tiakar, untuk berpartisipasi dalam mengubah sampah organik menjadi eco enzyme.
Kegiatan pengabdian dengan judul Pelatihan Pengelolaan Limbah Organik Rumah Tangga Mejadi Eco Enzyme Di Kelurahan Tiakar, Payakumbuh dilaksanakan pada hari Selasa tanggal 13 Agustus 2024 yang diadakan di Kantor Kelurahan Tiakar, Payakumbuh. Acara kegiatan pengabdian dihadiri oleh ibu-ibu dan bapak-bapak komplek dari perwakilan masing-masing RT/RW yang ada di Keluarahan Tiakar, Payakumbuh Timur, Sumatra Barat berjumlah 24 orang.
Kegiatan pengabdian diketua oleh Winny Alna Marlina ST, MM, dengan anggota Devi Yulia Rahmi, S.E., M. Sc, Nur Ari Sufiawan, S.Pd., M.Si, Bintang Rizky Abdullah Majo Saibah, SE., M.Si dan Fatma Poni Mardiah, SE. MSM dan dibantu oleh mahasiswa Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Kampus Payakumbuh Universitas yaitu: Solvia Prione Saputri dan Nandhita Putri.
Kegiatan dimulai jam 09.30 WIB ketika peserta pelatihan pembuatan eco enzyme telah berkumpul di Kantor Kelurahan. Sebelum memulai kegiatan, MC Slovia membuka dengan Doa bersama. Kemudian Ketua pengabdian memberikan kata Sambutan sekaligus pembuka kegiatan.
Setelah itu kegiatan pengabdian diisi dengan sosialisasi pembuatan eco enzyme oleh pemateri Ibu Yulia Isnardti. Beliau menjelaskan bagaimana proses pembuatan eoc enzyme dari sampah organik rumah tangga beserta kegunannya. Bu Yulia sendiri merupakan alumni IT tapi sangat suka dengan pengolahan sampah karena beliau prihatin dengan kondisi lingkungan yang kotor apalagi kebiasaan masyarakat yang belum memilih sampah. Kecintaannya terhadap lingkungan ditandai dengan keikutsertaan beliau dalam aktivis lingkungan.
Perluanya pembuatan eco enzyme merupakan salah satu bagian dari aktivitas cinta terhadap lingkungan.Eco Enzyme adalah larutan multifungsi yang dihasilkan melalui proses fermentasi dari: Gula Merah Air (Gula kelapa, tebu, aren, molase) + Air (Air sumur, air hujan, air pembuangan ac dll) + Sisa buah atau sayuran (sisah buah segar yang belum diolah) dengan perbandingan 1 (kg/gr) : 1 (liter/ml) : 3 (kg/gr). Waktu pembuatan eco enzyme 3 bulan di wilayah tropis, 6 bulan di wilayah sub-ropis. Hasil akhirnya, cairan berwarna kecoklatan dengan aroma asam segar. Warna yang dihasilkan beragan mulai dari coklat muda hingga coklat tua bergantung pada sisa buah, sayuran dan gula yang digunakan.
Eco Enzyme pertama kali ditemuakan oleh Dr. Rosukan Poompanvong yang merupakan penemu formula Eco-enzyme yang sekaligus Pendiri Asosiasi Pertanian, Oganik. Dr Rosukan Telah melakukan penelitan sejak tahun 1980-an, hasilnya terbukti mampu memberi solusi praktis terhadap permasalahan lingkungan. Atas andilnya di bidang pertanian, pada tahun 2003 dr. Rosukan Poompanvong menerima penghargaan dari kantor regional/daerah FAO (Food and Agriculture Organization) salah satu bagian dari PBB.
Untuk itu pembuatan Eco Enzyme sangat penting. Faktanya lebih dari 50% sampah yang dibuang ke TPA adalah sampah organik. Sampah organik di TPA menimbulkan bau tidak enak di lingkungan, mengurangi tingkat daur ulang plastik serta meningkatkan ledakan di TPA.