Terkadang anak mendaftar ke sekolah, tidak bersama orang tua, hanya ditemani pembantu atau saudaranya karena orang tua sibuk bekerja. Seolah olah dengan telah melengkapi kebutuhan sekolah, tanggung jawab orang tua selesai. Orang tua mempercayakan sepenuhnya pendidikan anaknya ke sekolah, tidak pernah bersilaturahmi dan berkomunikasi. Bahkan ketika ada undangan rapat paguyuban pun orang tua tidak hadir dengan alasan sibuk bekerja.
Ijab qabul dalam dunia pendidikan sebagai penegasan,disisi lain juga sebagai sebuah etika yang harus dipertahankan. Seperti dalam istilah Minang “Datang nampak muko, Pulang nampak punggung” dalam sebuah wawancara eklusif dengan TV One, saat omak beliau meninggal, Pendakwah kondang Ustadz Abdul Somad menceritakan bahwa waktu kecil, beliau diantar oleh omaknya mengaji kepada guru, sambil membawa beras disertai sebilah rotan, sambil menyampaikan tujuan dan harapan-harapannya. Omak sangat percaya, sang guru dapat mendidik anaknya menjadi manusia yang memiliki ilmu agama yang dalam, juga memiliki akhlak yang baik.
Dalam ijab qabul itu, orang tua menyampaikan bahwa anaknya mau diapakan oleh sang guru silakan saja, asal anaknya tersebut menjadi anak yang berakhlak. Tapi saat ini kondisinya sudah agak berbeda. Orang tua sepertinya tidak sepenuhnya mempercayai tempat pendidikan, dan para guru atau ustadz tidak dapat dengan bebas mendidik atau memberikan hukuman disiplin kepada peserta didik karena takut dengan pelanggaran hak-hak anak, sementara sebagian orang tua juga tidak mampu mengontrol perilaku anaknya.
Secara umum ijab qabul mencerminkan adanya komitmen dan saling percaya dari kedua belah pihak. Walau demikian, ijab qabul dalam dunia pendidikan sebagai bentuk penguatan kerjasama, komunikasi, dan kesepahaman antara orang tua dan guru dalam mendidik anak, sehingga orang tua dan guru saling membimbing untuk masa depan anak-anak bangsa.
Akhir akhir ini juga berkembang pendidikan bagi orang tua ( parenting education). Melalui kegiatan ini, orang tua dan sekolah bersinergi untuk mendidik anak. Apalagi kenyataanya, waktu anak di rumah jauh lebih banyak dibanding di sekolah. Itu artinya, rumah seharusnya menjadi tempat yang efektif untuk mendidik anak sehingga berkarakter.
Orang tua merupakan mitra kerja yang utama bagi guru dalam pendidikan anak. Komunikasi orang tua dan sekolah yang terjalin sejak hari pertama sekolah sangat mempengaruhi hubungan guru dengan orang tua, guru dengan siswa. Komunikasi itu sangat dibutuhkan untuk menyamakan persepsi kedua belah pihak tentang hal yang dibutuhkan dalam pendidikan anak. Keduanya harus saling bermitra dalam upaya pembinaan anak di sekolah, keterlibatan siswa dalam proses belajar,pola interaksi dan komunikasi siswa di sekolah. Begitu juga sebaliknya, pihak sekolah mengetahui apa dan bagaimana kondisi siswa di rumah terutama yang terkait dengan kondisi bermain,belajar ,interaksi dengan sesama anggota keluarga dan masalah yang muncul selama berada di rumah. (***)