PADANG, METRO–Menjadikan Maek “ Negeri Seribu Menihir’ yang terletak di Kabupaten Limapuluhkota sebagai salah satu destinasi wisata dunia di masa mendatang, merupakan cita-cita besar dari ketua DPRD Sumbar, Supardi. Sejak 2010, berbagai cara telah dia lakukan untuk mengangkat daerah tersebut agar menjadi perhatian dunia. Bahkan saat ini, dengan menggelontorkan anggaran Pokok Pikiran(Pokir), Supardi menggandeng Dinas Kebudayaan Sumatera Barat mengangkat Negeri Seribu Menhir tersebut dalam bentuk Festival Maek.
“Dengan Festival Maek , nantinya diharapkan menjadi momentum memperkenalkan wisata budaya Sumbar di pentas dunia “ kata Supardi pada saat konferensi pers dalam Sosialisasi Festival Maek, Selasa (9/7) di Ruang Khususnya 1 DPRD Sumbar. Hadir Kadis Kebudayaan Sumbar, Jefrinal Arifin, Direktur Festival Maek Donny Eros Djarot dan Kabag Persidangan dan Perundang-undangan DPRD Sumbar, Zardi Syahrir.
Menurut Supardi, mengangkat kembali sejarah dan peradaban Maek merupakan mimpi yang tertunda, karena sudah sejak lama direncanakan. Dan saat ini baru bisa diangkatkan kembali dengan mengadakan kegiatan festival Maek.
Kawasan Maek adalah salah satu lahan tambang kekayaan peradaban tertua dunia yang berada di Sumatera Barat. Gugusan menhir di Nagari Maek bukan sekadar batu yang dibuat berdiri. Tentu batu-batu itu menyimpan kisah peradaban masa lampau. Arkeolog mengaitkannya sebagai jejak akar budaya Minangkabau.
Hingga saat ini, di balik ribuan menhir yang ditemukan, masih banyak misteri 4 ribu tahun sebelum Masehi (SM) yang belum terungkap ke permukaan, dan butuh campur tangan dari para peneliti-peneliti dunia.
“Usia 4 ribu tahun sebelum masehi (SM) itu diketahui sejak ditemukannya fosil tengkorak pada tahun 2005, yang saat ini masih terus dilakukan penelitian. Maek sebagai salah satu peradaban tertua, jika ini benar adanya tentu akan menggemparkan dunia. Baik dalam sektor penelitian ilmu pengetahuan juga sebagai wisata dunia berbasiskan budaya dan peradaban dunia,” ungkap Supardi.
Meski belum terbublis, sebenarnya sudah banyak penelitian yang dilakukan berbagai Arkeolog, terhadap siitus Menhir di Maek. Meski beberapa pembangunan telah dilakukan, namun Situs Maek tersebut belum sepenuhnya menarik minat wisatawan untuk berkunjung.
“Dalam perhelatan festival Maek nantinya, sejumlah pakar arkeolog akan datang, seperti Mesir, Jerman, Asutralia, Jepang dan India,” kata Supardi..
Supardi juga menceritakan bahwa sebenarnya situs Mek ini sudah sangat lama diapresiasi pihak luar, meski bagi pemerintah Indonesia jadi kurang perhatian. UNESCO saja melihat Situs Maek sangat menarik untuk diungkap, termasuk usia tengkorak yang ada di Maek.
“Karena itu, kita bertekat Maek mesti di follow up, termasuk melibatkan UNESCO dan BRIN. Penelitian harus dilakukan, sejak usia berapa tengkorak itu ada, termasuk data DNA tengkorak tersebut. Semoga dalam waktu dekat, bisa hasilnya keluar,” ucapnya.
Dari penelitian UNP di Maek, lanjut Supardi, di daerah tersebut ditemukan bekas Dermaga besar. Karena itu, berkemungkinan dulunya Maek bukanlah daerah daratan, tapi merupakan sebuah pulau dari lautan
“Dari pertemuan kita dengan BRIN, ternyata pada 2005 sudah dilakukan ekskavasi di Maek dan Guguk, ditemukan 3 tengkorak yang ternyata dari penelitian sudah ada sejak abad pertama sebelum Masehi. Makam yang ada di Guguak itu menghadap ke kiblat dan punya liang lahat,” ucap Supardi.
Sebelumnya, Jefrinal Arifin Kepala Dinas Kebudayaan di Provinsi Sumatera Barat menyampaikan bahwa Festival Maek yang digelar dari anggaran pokir Ketua DPRD Sumbar Supardi, akan berlangsung 17-20 Juli 2024. Sebelumnya, pada 14-17 Juli 2024, merupakan pra festival dan workshop kekaryaan.
“Pra festival digelar Workshop Kekaryaan, yakni kolaborasi dengan peserta anak-anak Maek yang dibimbing Direktur Festival, Donny Eros Djarot, termasuk komposer dari Jerman dan Indonesia,” ucap Jefrinal.
Rangkaian Festival Maek ini, lanjut Jefrinal, juga ada Residensi 4 seniman yaitu Iyut Fitra.yang akan membacakan puisi, Yudilfan Habib, Widdy Asriantor dan Satria koa Putra untuk sketsa Sketsa.
“Juga ada lomba feature, lomba foto essay untuk semua fotografer. Materi karya foto yang dilombakan, merupakan foto yang diambil selama helat Festival Maek. Juga lomba video selama kegiatan festival Maek,” ujar Jefrinal.
Selain Pameran yang digelar pada 14-17 Juli yang bekerjasama dengan Balai Pelestarian Budaya, juga ada diskusi pada 13-16 Juli di Cafe Agamjua Payakumbuh. Diskusi dengan berbagai topik akan menghadirkan pembicara dari Jepang, Mesir dan Indonesia.
“Festival juga menampilkan pertunjukan termasuk kolaborasi anak-anak Maek yang telah dilatih sebelumnya. Juga diskusi terkait seniman residensi serta potensi pengembangan wisata di Maek. Umpan balik dari festival ini, sebagai masukan untuk Maek untuk pengembangannya ke depan, khususnya pariwisata budaya,” ungkap Jefrinal. (hsb)