PADANG, METRO–Ribuan masyarakat Kabupaten Tanah Datar tumpah ruah menyaksikan karya pertunjukan kontemporer yang diproduksi oleh komunitas Indonesia Performance Syndicate, berjudul Legaran Svarnadvipa, di lapangan Cindua Mato Batusangkar, Sabtu, (29/6), pukul 20.15 WIB.
Akibat membludaknya penonton, tampak tim produksi cukup kewalahan mengatur massa yang datang, agar area panggung pertunjukannya tidak terganggu. Tampak hadir pada kesempatan itu, Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat (Sumbar), Jefrinaldi Arifin dn jajaran OPD Pemkab Tanah Datar.
Bupati Tanah Datar, Eka Putra berkesempatan membuka rangkaian puncak kegiatan Penciptaan Karya Kreatif Inovatif yang dilaksanakan oleh komunitas Indonesia Performance Syndicate itu, setelah kurang lebih tiga bulan tahapan proses kreatif yang dilaksanakannya.
Pertunjukan diawali oleh seorang perempuan cantik yang menari dari pojok kanan panggung. Ia berdendang sambil menari-nari. Pandangan matanya seperti sedang mencari-cari sesuatu. Lalu muncul rombongan masuk dari kiri dan kanan panggung yang membawa benda seperti potongan-potongan bingkai yang dibalut plastik kaca. Bergerak menuju tengah panggung. Komposisi musik vokal dan tari yang berpadu itu kemudian mengantarkan penonton pada dua kapal besar sebagai setting panggungnya.
Sutradara Pertunjukan Legaran Svarnadvipa Wendy HS mengatakan, pertunjukan ini bagian dari upaya membangun ekosistem seni pertunjukan di Sumbar yang lebih kondusif dan menyebar di seluruh daerah. Pertunjukan secara tematik dibuat menjadi tiga bagian.
“Bagian pertama menggambarkan kedatangan para leluhur Minangkabau dari arah pantai Timur Sumatera dan dari arah pantai Barat Sumatera. Ini tampak digambarkan melalui dua arah kapal besar berlawanan dalam setting panggungnya,” terangnya.
Bagian kedua gambaran tentang pilihan pemukiman leluhur Minangkabau, yang ditandai perubahan setting kapal menjadi satu Rumah Gadang. “Melalui teks narasi yang diucapkan dan didendangkan oleh performer perempuan berbakat Deza Grecia sembari menari itu, kita seperti diberi informasi tentang fakta pemukiman masyarakat Minangkabau yang berada di daerah pegunungan dan di daerah bibir sungai,” tambahnya.
“Atas dasar itulah kemudian kita dihadapkan pada fakta sejarah tentang banyak emas yang ditemukan di daerah-daerah pegunungan dan daerah-daerah pinggir sungai di alam wilayah Minangkabau,” terangnya.
Dinamika sejarah inilah, selanjutnya menjadi gambaran dalam pertunjukan, yang juga turut dirancang dramaturginya oleh Pandu Birowo dan teks puitiknya oleh Irmansyah bersama Wendy HS.
Juga melalui narasi yang didendangkan oleh 30 orang performer ini, penonton seperti dibawa pada kenyataan tentang emas yang telah merasuk jauh dalam budaya adat-istiadat di Minangkabau. Bahwa kemudian dari narasi puitik yang disampaikan oleh performer Abdul Haris Lubis, dalam tradisi budaya masyarakat Minangkabau itu telah datang para saudagar-saudagar emas yang mampu merubah dan merusak berbagai tradisi budaya tentang emas yang ada.




















