PADANG, METRO–Pertunjukan seni kontemporer Legaran Svarnadvipa, yang digelar, Sabtu, 29 Juni 2024, di Lapangan Cindua Mato Batusangkar, Kabupaten Tanah Datar menjadi pertunjukan pertama yang hadir setelah berakhirnya status tanggap darurat di daerah yang dilanda bencana banjir lahar dingin tersebut.
Hadirnya pertunjukan seni kontemporer yang diusung Komunitas Seni Pertunjukan Indonesia Performance Syndicate itu, diharapkan menjadi sebuah gerakan bangkitnya seni, budaya dan pariwisata pascabencana. “Kita sudah komunikasi dengan Bupati Tanah Datar terkait rencana pertunjukan tanggal 29 Juni 2024 nanti. Kita rencanakan ini jadi gagasan pembangkit dan penggerak seni dan pariwisata. Karena selama sebulan status tanggap darurat, beberapa kegiatan pertunjukan yang diagendakan dibatalkan. Terakhir 8 Juni berakhir tanggap darurat. Setelah itu, sampai saat ini belum ada pertunjukan digelar,” ungkap Sutradara Legaran Svarnadvipa, Wendy HS saat jumpa pers, Rabu (26/6) di Kafe Pabriek Block Padang.
Karena kegiatan pertunjukan ini menjadi yang pertama mengawali pascabencana, Wendy mengimbau publik Kabupaten Tanah Datar kembali terbuka untuk seni dan pariwisata, meskipun infrastruktur jalan dan jembatan masih dalam proses perbaikan di daerah ini.
Wendy mengungkapkan, pertunjukan kontemporer Legaran Svarnadvipa merupakan pertunjukan dengan tema tentang mitos emas. Apakah masyarakat mesti berbangga dengan potensi emas ini, cemas atau gemas. “Emas hari ini masih menjadi sumber kekayaan dan penghasilan utama perusahaan. Tapi tetap saja jadi mitos bagi rakyat jelata,” ungkapnya.
Legaran Svarnadvipa kisah tentang emas yang menjadi budaya dalam masyarakat di suatu pulau. Ini kisah tentang emas yang menjadi cerita turun-temurun dari generasi ke generasi suatu masyarakat yang konon beradat kuat. Ini kisah tentang emas yang dianggap punya kualitas terbaik di masanya yang menjadi alat tukar dalam bersosial.
“Ini kisah tentang emas yang diburu oleh para saudagar emas dunia hingga saat ini. Ini kisah tentang Svarnadvipa, tentang legaran yang pernah menempatkan nenek moyang kita menjadi bagian penentu hitam-putihnya warna dunia. Ini kisah tentang Svarnadvipa, tentang sebagian kita hari ini yang bermimpi memiliki kebun emas di halaman belakang rumahnya,” terangnya.