Hati-hati Bahaya Bromat pada Air Minum Kemasan, BBPOM Padang Ancam Tarik Produk dan Cabut Izin jika Tidak Penuhi Syarat

Diskusi bertajuk “Ada Bromat Berlebih pada AMDK” yang digelar oleh KlikPositif.com, Rabu (22/5) di salah satu rumah makan di Kota Padang.

PADANG, METRO–Hati-hati memilih produk minuman dalam kemasan (AMDK). Jangan memilih produk AMDK yang mengandung bromat melewati ambang batas, karena dampaknya berbahaya bagi kesehatan. Selain bisa menyebabkan sakit perut, juga berdampak penyakit diare hingga ginjal.

Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Negeri Padang (UNP), Prof Endang Dewata, mengungkapkan, semua rumah sekarang sudah stok AMDK. Permasalahannya, apa AMDK yang ada di rumah tersebut bisa dijamin sehat? Ada AMDK yang airnya bersumber dari Gunung Talang di Kabupaten Solok. Namun, apa benar air di Gunung Talang itu sumber air baku?

“Sekarang banyak kompleks perumahan di kawasan Gunung Talang. Setelah dianalisa pada air isi ulang yang ada, kita ragukan. Perlu diperiksa air isi ulang di rumah kita, Apa ada standar SNI atau tidak?” ungkap Endang saat diskusi bertajuk “Ada Bromat Berlebih pada AMDK” yang digelar oleh KlikPositif.com, Rabu (22/5) di salah satu rumah makan di Kota Padang.

Endang mengungkapkan, yang mesti diwaspadai dan menjadi ancaman bagi kesehatan dalam AMDK adalah adanya kandungan mikroplastik. Bahkan, sekarang ada kandungan yang namanya bromat.

Bromat secara umum ada di setiap AMDK. Yang menjadi masalah adalah semua unsur logam bila berlebihan di lingkungan, yang disebut dengan di atas nilai ambang batas atau di atas baku mutu, maka akan berpengaruh terhadap kesehatan.

“Jadi tidak hanya bromat, tapi semua yang di atas baku mutu atau di atas ambang batas itu berbahaya. Bromat, ketika di atas ambang batas maka ada hasil efek sampingnya. Namun, sayangnya, Undang-undang (UU) saat ini, untuk kandungan bromat memang tidak diatur batas baku mutunya, sehingga jadi masalah,” terangnya.

Endang mengingatkan, masyarakat perlu hati-hati. Air yang diambil untuk galon isi ulang harus jelas asalnya dari mana. Kalau sembarang saja, maka bisa jadi kandungan bromat akan tinggi. AMDK ketika diproses dengan proses ozonisasi dan filterisasi yang tidak terukur dan tidak benar, maka akan timbul bromat dengan kadar yang tidak ditentukan dalam aturan. “Kalau sudah kadarnya berlebih, sudah jadi ancaman,” ungkapnya.

“Selain sumber air dan proses pengolahannya, masalah lainnya, apakah alat yang digunakan untuk memprosesnya sesuai ketentuan atau tidak? Apa sesuai protap? Jadi selain harus jelas produknya, kandungan promatnya juga harus jelas. Maka perlu berhati hati, karena saat ini 95 persen penduduk Kota Padang gunakan air kemasan. Bisa berdampak penyakit diare, sakit perut dan ginjal,” tegasnya.

Endang mengingatkan, yang harus dilakukan pemerintah untuk pengawasan kandungan bromat dalam AMDK ini adalah menetapkan regulasi dan melakukan evaluasi secara pasif dan aktif.

“Air minum isi ulang ketika peroleh izin dari pemerintah daerah (pemda) maka tanggung jawab pemda melaporkan kandungan senyawanya. Pemda harus lakukan pemantauan dan melampirkan berkala. Harus mengambil labor yang teradikretasi dan tersertifikasi. Kalau tidak, tidak bisa dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

Ahli Madya Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Padang Asrianti mengatakan, tidak hanya bromat tapi banyak kandungan kimia dan biologi ada pada makanan dan minuman.

Asrianti mengungkapkan, terkait pangan, diatur dalam UU Nomor 18 tahun 2012. Sumber hayati baik yang diolah maupun tidak, didasari oleh regulasi tersebut. Pada Pasal 86 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, pemerintah berkewajiban menetapkan standar keamanan dan mutu pangan. Setiap produsen dan distributor wajib memenuji standar pangan tersebut.

Di sisi lain, juga diatur melalui UU Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, yang mengatur tentang masalah kondisi dan upaya mencegah pangan dari cemaran biologis kimia dan senyawa lain, sehingga aman dikonsumsi. “Pangan yang layak diproduksi tidak busuk dan bermutu baik tanggungjawab pemerintah produsen dan distributor,” tegasnya.

Terkait kandungan bromat pada AMDK, regulasi pemerintah yakni Peraturan Menteri Perindustrian (Memperin) Nomor 26 Tahun 2019, ditetapkan SNI bromat sebesar 10 ppb. Asrianti juga mengungkapkan, saat ini di Indonesia ada 1330 industri AMDK. Sementara di Sumbar saat ini ada 24 pabrik AMDK dengan berbagai macam merk.

BBPM Padang, tegasnya tidak hanya menguji mengenai kandungan bromat saja dalam AMDK, tetapi juga senyawa dan logam lainnya. Termasuk vibrasi kemasan. “Pengujiannya selain PH air, juga ada cemaran berat AMDK lainnya,” terangnya.

BBPOM Padang juga melakukan pengawasan setelah industri AMDK berjalan dan juga melakukan pemeriksaan dan inspeksi di sarana produksi. Juga ada sampling dan pengujian AMDK yang diuji. Ada instrumen yang banyak untuk diperiksa.

Aspek yang selalu dimonitoring terhadap perusahaan AMDK, di samping melakukan sampling dan pengujian. Untuk kandungan logam berat dan cemaran PH serta kekeruhan HM dan CO2. Jadi tidak hanya kimia, tetapi mikro biologi. “Resiko tidak hanya kimia, tapi juga ada mikro biologi yang dipantau. Untuk produk AMDK yang melanggar, melebihi dan tidak memenuhi syarat dilakukan penarikan produk. Apabila tidak memenuhi syarat maka dicabut izin edar dan tidak ada dalam daftar lagi,” tegasnya.

Asrianti juga menambahkan, terkait bromat, pihaknya telah melakukan edukasi dan klarifikasi melalui media sosial (medsos). “Kami juga lakukan edukasi bahaya kandungan bromat dan lainnya. Edukasi juga cara memilih produk yang baik. Cek kemasannya, pastikan tidak rusak, cek masa kadaluarsa, cek izin edar. Ada barcodenya di kemasan yang bisa dicek. Edukasi dilakukan, karena banyak masyarakat yang melalaikan peringatan pada label. Seperti suhu dan lainnya,” tambahnya.

Sementara Plt Ketua YLKI Sumbar, Zulnadi menegaskan, yang menjadi masalah dari kandungan promat dalam AMDK ini, bagaimana konsumen tidak dirugikan. “Kita harapkan konsumen teliti menentukan pilihan produk. Kalau ada masalah kesehatan yang terjadi ada saluran pengaduannya,” tegasnya.

Salah satu yang jadi permasalahan terkait ambang batas promat ini, aturannya belum jelas. Padahal, menurutnya sebenarnya sudah ada aturannya. “Kita punya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ada hak-hak konsumen dan pelaku usaha. Konsumen dijamin dilindungi, siapa yang melindungi, ya pelaku usaha. Kalau mereka melanggar ada salurannya,” tegasnya.

Kalau aturan belum ada, tetapi UU-nya ada, maka harus ada sebuah kebijakan menindaklanjuti UU ini. “Yang menjadi masalah saat ini adanya persaingan bisnis, sehingga mereka berbuat macam-macam. Meski kemasan menarik tapi belum menjamin. Perlu ada sosialisasi kepada UMKM . Semua itu perlu gerak bersama. Konsumen yang pengetahuannya rendah diotak-atik dan dijadikan objek dari produk tertentu. Perlu ada sosialisasi, agar masyarakat betul betul cerdas. Jangan hanya sekadar butuh saja memilih produk,” tegasnya.

Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas Eka Sakti (Unes) Padang, Firdaus Diezo mengatakan, kesehatan masuk hak azasi manusia (HAM). Negara bertanggung jawab untuk pemenuhan kesehatan dengan membuat regulasi tentang kesehatan.

Diezo menegaskan, kesehatan tidak boleh diserahkan ke pasar. Ini bertentangan dengan teori negara tentang kesejahteraan. Kasus yang muncul sekarang. di Amerika Serikat, ditemukan AMDK yang mengandung bromat. Hukum di negara tersebut memutuskan ada 300 produk AMDK ditarik dari peredarannya. Hukum di Amerika lebih preventif dan promotif. Sementara di negara Indonesia tidak. Baru ada UU Nomor 17 Tahun 2023 baru dimasukkan upaya preventif dan promotif.

Kandungan bromat menurutnya sudah jelas berdampak terhadap kesehatan. Celah hukumnya bisa dihambat. Caranya dengan melahirkan regulasi. Negara harus melindungi agar hak seseorang sampai kepada seseorang. “Ada mandat negara kepada pihak perusahaan untuk melindungi kesehatan masyarakatnya. Setiap produk harus melabeli dan setiap label memuat informasi lengkap. Ada hak informasi publik,” tegasnya.(fan)

Exit mobile version