Di sisi lain, juga diatur melalui UU Nomor 86 Tahun 2019 tentang Keamanan Pangan, yang mengatur tentang masalah kondisi dan upaya mencegah pangan dari cemaran biologis kimia dan senyawa lain, sehingga aman dikonsumsi. “Pangan yang layak diproduksi tidak busuk dan bermutu baik tanggungjawab pemerintah produsen dan distributor,” tegasnya.
Terkait kandungan bromat pada AMDK, regulasi pemerintah yakni Peraturan Menteri Perindustrian (Memperin) Nomor 26 Tahun 2019, ditetapkan SNI bromat sebesar 10 ppb. Asrianti juga mengungkapkan, saat ini di Indonesia ada 1330 industri AMDK. Sementara di Sumbar saat ini ada 24 pabrik AMDK dengan berbagai macam merk.
BBPM Padang, tegasnya tidak hanya menguji mengenai kandungan bromat saja dalam AMDK, tetapi juga senyawa dan logam lainnya. Termasuk vibrasi kemasan. “Pengujiannya selain PH air, juga ada cemaran berat AMDK lainnya,” terangnya.
BBPOM Padang juga melakukan pengawasan setelah industri AMDK berjalan dan juga melakukan pemeriksaan dan inspeksi di sarana produksi. Juga ada sampling dan pengujian AMDK yang diuji. Ada instrumen yang banyak untuk diperiksa.
Aspek yang selalu dimonitoring terhadap perusahaan AMDK, di samping melakukan sampling dan pengujian. Untuk kandungan logam berat dan cemaran PH serta kekeruhan HM dan CO2. Jadi tidak hanya kimia, tetapi mikro biologi. “Resiko tidak hanya kimia, tapi juga ada mikro biologi yang dipantau. Untuk produk AMDK yang melanggar, melebihi dan tidak memenuhi syarat dilakukan penarikan produk. Apabila tidak memenuhi syarat maka dicabut izin edar dan tidak ada dalam daftar lagi,” tegasnya.
Asrianti juga menambahkan, terkait bromat, pihaknya telah melakukan edukasi dan klarifikasi melalui media sosial (medsos). “Kami juga lakukan edukasi bahaya kandungan bromat dan lainnya. Edukasi juga cara memilih produk yang baik. Cek kemasannya, pastikan tidak rusak, cek masa kadaluarsa, cek izin edar. Ada barcodenya di kemasan yang bisa dicek. Edukasi dilakukan, karena banyak masyarakat yang melalaikan peringatan pada label. Seperti suhu dan lainnya,” tambahnya.
Sementara Plt Ketua YLKI Sumbar, Zulnadi menegaskan, yang menjadi masalah dari kandungan promat dalam AMDK ini, bagaimana konsumen tidak dirugikan. “Kita harapkan konsumen teliti menentukan pilihan produk. Kalau ada masalah kesehatan yang terjadi ada saluran pengaduannya,” tegasnya.
Salah satu yang jadi permasalahan terkait ambang batas promat ini, aturannya belum jelas. Padahal, menurutnya sebenarnya sudah ada aturannya. “Kita punya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, ada hak-hak konsumen dan pelaku usaha. Konsumen dijamin dilindungi, siapa yang melindungi, ya pelaku usaha. Kalau mereka melanggar ada salurannya,” tegasnya.
Kalau aturan belum ada, tetapi UU-nya ada, maka harus ada sebuah kebijakan menindaklanjuti UU ini. “Yang menjadi masalah saat ini adanya persaingan bisnis, sehingga mereka berbuat macam-macam. Meski kemasan menarik tapi belum menjamin. Perlu ada sosialisasi kepada UMKM . Semua itu perlu gerak bersama. Konsumen yang pengetahuannya rendah diotak-atik dan dijadikan objek dari produk tertentu. Perlu ada sosialisasi, agar masyarakat betul betul cerdas. Jangan hanya sekadar butuh saja memilih produk,” tegasnya.
Pakar Hukum Kesehatan dari Universitas Eka Sakti (Unes) Padang, Firdaus Diezo mengatakan, kesehatan masuk hak azasi manusia (HAM). Negara bertanggung jawab untuk pemenuhan kesehatan dengan membuat regulasi tentang kesehatan.
Diezo menegaskan, kesehatan tidak boleh diserahkan ke pasar. Ini bertentangan dengan teori negara tentang kesejahteraan. Kasus yang muncul sekarang. di Amerika Serikat, ditemukan AMDK yang mengandung bromat. Hukum di negara tersebut memutuskan ada 300 produk AMDK ditarik dari peredarannya. Hukum di Amerika lebih preventif dan promotif. Sementara di negara Indonesia tidak. Baru ada UU Nomor 17 Tahun 2023 baru dimasukkan upaya preventif dan promotif.
Kandungan bromat menurutnya sudah jelas berdampak terhadap kesehatan. Celah hukumnya bisa dihambat. Caranya dengan melahirkan regulasi. Negara harus melindungi agar hak seseorang sampai kepada seseorang. “Ada mandat negara kepada pihak perusahaan untuk melindungi kesehatan masyarakatnya. Setiap produk harus melabeli dan setiap label memuat informasi lengkap. Ada hak informasi publik,” tegasnya.(fan)