SIJUNJUNG, METRO– Musim batu bakik di Sijunjung secara perlahan-lahan sudah mulai menghilang. Pedagang dan tukang asah juga ikut-ikutan hilang tanpa bekas. Saat ini masyarakat tanpaknya lebih terfokus untuk membahas masalah Pilkada, tidak seperti enam bulan belakang, saat zaman batu, kaum laki-laki malahan lupa waktu dengan keluarganya. Bahkan, isu pemilu pun juga tak dihiraukan, namun sekarang malah isu pesona batu akik ditutup Pilkada.
Pantauan koran ini, di warung Iin (45) biasa kaum bapak-bapak yang selalu mengemukakan kecantikan batunya masing-masing. Tapi sekarang mereka tidak tertarik membicarakan batu akik lagi. Secantik apapun batunya, tidak lagi menjadi pembicaraan hangat bagi kaum laki-laki. ”Zaman batu sudah hilang, sekarang orang banyak membicarakan politik, untuk menentukan masa depan Sujunjung. Kita harus membahas calon yang memiliki karakter yang bagus,” ujar Priono, Rabu (5/8).
Lelaki yang biasa dipanggil Yono itu menyebutkan, kalau batu akik hanya musiman. Jika musimnya sudah hilang, kaum laki-laki tidak susah lagi mencarinya. Paling tidak dia sudah berada di tempat tukang asah batu akik.
”Di saat tren batu akik, memang banyak rumah tangga cekcok. Antara istri dengan suami, antara anak dengan bapak. Karena siang malam kaum bapak berada di tempat tukang asah batu, tapi sekarang hal yang seperti itu sudah pudar,” tutur Yono.
Agus, kelahiran tahun 1988 ini juga sempat tergila-gila batu akik. Bahkan, rumah tangga sempat pecah akibat batu alam tersebut. ”Dua hari saya pisah ranjang dengan istri saya, anak marah, istri cemberut. Itu akibat menghabiskan waktu di tempat asah batu akik, waktu kita lebih banyak habis untuk mengasah batu dari pada untuk keluarga,” ujarnya.
Lantas, apa yang menyebabkan mundurnya isu batu akik, isu politik sekarang membuat batu tak berharga. Batu saat ini sudah tidak ada lagi yang asli. ”Batu sudah banyak, tapi yang bagus dan yang asli tidak ada lagi,” tutupnya.
Sejak tren batu akik menghilang, berdampak terhadap puluhan tukang asah. Pasalnya, tidak ada lagi kaum lelaki yang memadati lokasi asahan batu. ”Reski memang sangat jauh merosot, saat hangat-hangatnya momen batu akik, kita mendapatkan penghasilan Rp1 juta hingga Rp1,5 juta sehari semalam,” ujar Safrul.
Katanya, satu batu bisa mendapatkan uang Rp35 ribu dan orang yang datang mengasah batu sampai ratusan orang. ”Namun, sekarang untuk mencari 10 orang yang mengasah batu saja sudah susah. Apalagi cari seratus,” keluh Safrul. (cr23)