Tidak hanya Fisik, Tapi Juga Psikis, Seksual dan Penelantaran, Kekerasan Dialami Perempuan dan Anak Beragam

SOSIALISASI— DPPKBP3A Sumbar menggelar sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap anak, di Aula DPPKBP3A Pasbar, Selasa (18/7). Sosialisasi dibuka Kepala DP3AP2KB Sumbar, Gemala Ranti diwakili Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (PHPA), Rosmadeli.

 PASBAR, METRO–Dinas Pem­berdayaan Perempu­an, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Sumbar gencar melakukan sosialisasi pencegahan kekerasan terhadap anak di kabupaten kota di Sumbar. Kali ini sosialisasi dilakukan bersama Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) di Aula DPPKBP3A Pasbar, Selasa, (18/7). Sosialisasi dibuka oleh Kepala DP3A­P2KB Sumbar, Gemala Ran­ti diwakili Kabid Perlindungan Hak Perempuan dan Anak (PHPA), Rosma­deli dan juga Kepala DPP­KBP3A, Pasbar Anna Rahmadia.

Sosialisasi dihadiri Satgas PPA Pasbar, Forum Anak, Anggota PKK, Anggota GOW, PATBM Aia Ga­dang, Muaro Kiawai, Kajai, Bandar Rejo, Sungai Aur serta stakeholder lainnya. Dalam sosialisasi tersebut mengundang dua pemateri yaitu, Panit I Unit I Subdit IV Ditreskrimun Polda Sum­bar, dan Zera Mendoza (Psikolog).

Kabid PHPA DP3AP2KB Sumbar, Rosmadeli me­ngatakan, kekerasan terhadap anak memberikan dampak negatif dan luas tidak hanya terhadap korban, tetapi juga berpe­ngaruh terhadap proses tumbuh kembang anak dalam kehidupan satu keluarga. Hal ini mengingat kekerasan terhadap perempuan dan anak se­ring­kali terjadi di lingkungan domestik (rumah tangga), di samping terjadi di ling­kungan publik/umum atau di suatu komunitas.  Ke­kerasan yang dihadapi perempuan dan anak bukan hanya kekerasan fisik, melainkan juga psikis, seksual, dan penelantaran. Pe­laku kekerasan juga bukan hanya orang luar ataupun orang tidak dikenal. Namun juga dari lingkungan terdekat. Banyak faktor yang menyebabkan masih ba­nyak perempuan dan anak mengalami permasalahan. Antara lain, faktor salah persepsi yang menganggap wajar apabila kekera­san dilakukan terhadap perempuan dan anak sebagai salah satu cara “men­didik” mereka, di­sebabkan pula oleh faktor budaya, karena kemiskinan.

Faktor lain yang tidak memberikan perlindungan dan perlakuan khusus terhadap perempuan dan a­nak, sehingga menimbulkan kekerasan, eksp­loitasi diskriminasi dan perampasan hak-hak perdata perempuan dan anak.

Selain permasalahan kekerasan, anak juga se­ring dirugikan dalam ma­salah keperdataan yang menyebabkan mereka ti­dak memperoleh hak yang sama, bahkan dirampas hak keperdataannya. Se­perti kasus perebutan harta dan hak waris, pengasuhan anak,perceraian, tuntutan ganti rugi dan kasus ketenagakerjaan.  Ke­kera­san terhadap perempuan dan anak juga membawa berbagai persoalan di ma­syarakat. Antara lain, persoalan medis, sosial, hukum bahkan berbagai pe­langgaran atas hak asasi manusianya. Untuk itu da­lam upaya pemulihan korban kekerasan tentunya juga memerlukan layanan yang meliputi layanan baik medis, psikologis, bantuan hukum dan lain sebagai­nya.  Pemerintah dalam hal ini wajib untuk memberikan layanan pengaduan, rujukan, pendampingan dan bantuan hukum.  Ba­nyaknya permasalahan perempuan dan anak ini menyebabkan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) merasa pen­ting untuk membentuk Sa­tuan Tugas (Satgas) Pena­nganan Masalah Perempuan dan Anak di tingkat pusat maupun daerah, untuk melakukan upaya preventif, kuratif, maupun rehabilitatif.

Satgas Penanganan Ma­salah Perempuan dan Anak smemiliki fungsi me­lakukan penjangkauan, iden­tifikasi kondisi dan la­yanan yang dibutuhkan perempuan dan anak yang mengalami permasalahan.  Selain itu melindungi dan melakukan pendampingan kepada perempuan dan anak di lokasi kejadian, dari hal yang dapat memba­hayakan dirinya, menempatkan dan mengungsikan perempuan dan anak yang mengalami permasalahan ke bagian pengaduan, Satgas PPA, bila diperlukan. Juga melakukan rujukan dan/atau rekomendasi kepada UPTD PPA terdekat atau lembaga layanan perempuan dan anak untuk mendapatkan layanan le­bih lanjut. Selain tugas tersebut, satgas juga da­pat berperan serta untuk mendorong aparat penegak hukum agar dapat menegakkan hukum bagi pe­laku kekerasan terhadap perempuan dan anak.  Satgas ini diharapkan dapat membantu bagian pe­nga­duan masyarakat UPTD PPA atau lembaga layanan sejenis dalam memberikan layanan penjangkauan kepada perempuan dan anak yang mengalami perma­salahan.

Rosmadeli menambahkan, cara efektif mengidentifikasi dan merumuskan kebijakan strategis terkait perlindungan perempuan  dan anak adalah secara rutin mengumpulkan semua pemangku kepenti­ngan yang terkait dengan pembangunan pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak baik, dari tingkat pusat, provinsi, hingga kabupaten/kota. “Kegiatan pencegahan kekerasan terhadap anak bagian dari  tugas dan peran kita semua, dengan melibatkan instansi terkait. Mari kita bersinergi, se­hingga ke depannya kasus-kasus  kekerasan terhadap anak dapat kita antisipasi dan cegah bersama.

Kepala DPPKBP3A Ka­bupaten Pasbar, Anna Rah­madia menegaskan sosialisasi dilaksanakan sebagai upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat khususnya o­rang tua, bahwa anak anu­gerah yang harus dijaga. Harus adanya antisipasi yang dilakukan menghadapi kondisi kekerasan pada anak.  “Kami mengajak bersama-sama untuk me­ngedukasi masyarakat bah­wa anak adalah anak bersama. Perlu perhatian masyarakat terutama orang tua. Dengan kondisi sekarang, perlu ekstra pemantauan dan pengawa­san dari kita bersama di era pesatnya perkemba­ngan teknologi digital atau penggunaan gadget,” ucap Anna Rahmadia. Gerakan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan Terhadap Anak diharapkan agar seluruh elemen baik dari instansi terkait hingga ma­sya­ra­kat bergerak bersama dan memahami indikasi awal anak terkena ke­kerasan. Sehingga ma­syarakat dapat melakukan pencegahan  keke­rasan yang meluas kepada anak-anak di te­ngah masyarakat.(fan)

Exit mobile version