“Perempuan minang terlihat mulia tampak dari pakaiannya (elegan dan etnik), makmur, ada pakaian perempuan minang itu yang bersunting emas (1 kg emas) jadi ada pengawalan saat pemakaiaannya, tidak sempit yang memperlihatkan bentuk tubuh perempuan ataupun transparan maupun menyerupai pakaian lelaki, jadi mencirikan Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK),” ujar Prof.Dr.Ir. Raudha Thaib. M.P saat menjadi pemateri pada seminar peringatan Hari Ibu yang ke-90 di Gedung Dharmawanita Tanah Datar Komplek Indo Jolito Batusangkar, kemarin.
Raudha yang akrab dipanggil pena Upita Agustine ini menyebutkan, “Dari elemen pakaian perempuan Minang terdiri dari empat hal seperti baju kuruang basiba, ada yang sebatas lutut dan ada yang dalam, biasanya yang sebatas lutut dipakai bagi perempuan yang belum menikah, sementara yang dalam atau sampai di bawah lutut dipakai bagi ibu-ibu dan perempuan yang sudah tua.” “Ada lagi pakaian perempuan Minang, kebaya dalam yang juga berawal dari baju kuruang basiba, namun ada perbedaan sedikit dan memakai selendang, dan ini hanya dipakai bagi perempuan yang sudah menikah,” ujar Raudha.
Dia ceritakan perempuan minang zaman dahulu kalau baru menikah saat melayani suaminya makan petama sekali dirumahnya, perempuan ini pakai kebaya, sementara isteri pamannya akan membawakan perhiasan untuk dipakaikan siperempuan. “Sekarang hal seperti itu tidak ada lagi, bahkan usai menikah perempuan sekarang hanya pakai celana pendek atau daster yang transparan, perubahan yang cukup luar biasa,” sebut Raudha.
Hal kedua dikatakannya, yaitu “Kain Kodek (kain sarung), ini bisa batik, bisa songket dan bisa juga sarung. Bercerita tentang songket Ia katakan Songket Minang adalah yang terbaik di dunia, ini menurut penelitian Dr. John Bernard dari Swedia dan zaman dahulu disetiap rumah gadang ada kain songket ini. “Yang ketiga tangkuluak (penutup kepala), tangkuluak ini juga banyak dan bervariasi, seperti yang dipakai ketua Gabungan Organisasi Wanita (GOW) Tanahdatar Ny. Retri Zuldafri Darma, tangkuluak dari batik atau selendang,” kata Raudha.
Kemudian katanya, Kain Sandang (selendang) yang biasa dipakai kaum perempuan yang sudah tua. Terkait peringatan Hari Ibu ke-90 tahun 2018 ini, Raudha Thaib menyebut tantangan ke depan semakin berat bagi kaum perempuan, terutama ketahanan sosial dan pengembangan adat serta budaya Minangkabau. “Akibat perubahan zaman yang semakin cepat muncul nilai-nilai baru yang dipengaruhi budaya barat, ini dituntut peran ibu-ibu sebagai lini terdepan dalam pengawasan anak-anak, terutama remaja,” kata Raudha.
Katanya, ini diperlukan perbincangan serius dan berkesinambungan tentang ABS-SBK, perempuan menjadi orang yang aktif dan berinisiatif kearah yang benar, sehingga menjadi contoh teladan dalam pembinaan dan pendidikan di rumah tangganya.
Ketua GOW Tanahdatar Ny. Retri Zuldafri Darma menyebutkan, jika tema yang diangkat pada perayaan HUT hari Ibu yang ke-90 ini,”Bersama Meningkatkan Peran Perempuan dan Laki-laki Dalam Membangun Ketahanan Keluarga Untuk Kesejahteraan Bangsa,” sangat sesuai dalam menghadapi tantangan zaman saat ini.
“Tidak bisa dipungkiri jika peran kaum perempuan terutama Ibu-ibu sangat penting dalam mewujudkan ketahanan sebagai pilar pembangunan bangsa dan negara yang adil dan sejahtera. Kaum ibu adalah orang yang pertama mendidik dan menanamkan nilai-nilai serta norma-norma dalam keluarga, tanpa mengecilkan peran ayah sebagai kepala keluarga, “ulas Retri.
Terkait peragaan pakaian adat salingka nagari yang diperlombakan, Retri katakan, “Ini upaya kita melestarikan pakaian adat ranah minang yang cukup banyak dan kaya akan filosofi yang terkandung di dalamnya, kedepan akan terus kita lestarikan,” kata Retri. (ant)


















