Tambang Batu Bara Diharapkan Aktif Kembali, Pemko Tunggu Gebrakan PT BA UPO

SAWAHLUNTO, METRO – Pemko Sawahlunto ingin mengaktifkan kembali tambang batu bara yang dilakukan oleh PT Bukit Asam Unit Pertambangan Ombilin (PT BA UPO). Hal itu diungkapkan oleh Wakil Walikota Sawahlunto, Zohirin Sayuti. Ia mengatakan, keberadaan tambang tersebut merupakan langkah untuk kemajuan kota tersebut.
“Kejayaan Kota Sawahlunto sangat tergantung keberadaan tambang. Kasarnya, kalau tidak ada tambang tidak ada Kota Sawahlunto. Kami menanti gebrakan PT BA UPO untuk menambang kembali,” katanya.
Ia menambahkan, jika PT BA UPO beroperasi kembali, efek multiplayer akan dirasakan oleh masyarakat. “Kalau perusahaan menambang kembali, perekonomian akan meningkat, pasar-pasar akan ramai-ramai secara otomatis,” ujarnya.
Ia menjelaskan, Kota Sawahlunto sudah terlanjur menjadi kota inovasi sejak dahulunya. Di Sumbar, aliran listrik pertama kalinya di Sawahlunto dengan PLTU yang sekarang dijadikan Masjid Agung Nurul Islam. Kemudian di bidang kuliner, Sawahlunto punya Goedang Ranseom dengan alat masak yang sudah maju, pabrik es dan lainnya.
“Dan Sawahlunto menjadi pilar ekonomi Sumatera Barat. Jika tidak ada tambang. tidak ada Pelabuhan Teluk Bayur, jalur kereta api dan pabrik semen. Semua karena batu bara di Sawahlunto,” tukasnya.
Dengan hal tersebut, pihaknya pun mengapresiasi PT BA UPO, yang sudah gencar dengan Corporate Social Responsibiliti (CSR) dan pendirian Rumah Kreatif BUMN yang akan membantu usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). “Selain itu, saya menyampaikan harapan masyarakat bagaimana PT BA UPO bisa memberikan kemudahan-kemudahan terutama dengan sewa tanah,” tutup Zohirin.
Sementara itu, General Manager PT BA UPO, Nan Budiman mengatakan, UPO bagian dari PT BA yang berpusat di Tanjung Enim yang diberi amanah untuk mengelola tambang dan aset. “Kami, mendukung penuh program Pemko Sawahlunto untuk kemajuan ekonomi masyarakat program yang disinkronkan PT BA, terutama dalam hal wisata,” pungkasnya.
Pertambangan batu bara di Sawahlunto bermula pada 1867. Ketika itu, seorang petualangan asal Belanda Willem Hendrik de Greve berhasil menemukan deposit batu bara di dalam perut bumi, di sekitar Sungai Ombilin, mencapai 205 juta ton. Penemuan ini sungguh mencengangkan ketika itu. Ketika itu, batu bara sangat dibutuhkan oleh dunia industri dan transportasi. Atas persetujuan pemerintah Belanda, ia mulai melakukan penambangan batu bara. Sejak itu, kota yang terpencil itu menjadi ramai.
Penambangan emas hitam di Sawahlunto mulai beroperasi pada 1891. Nilai investasi yang ditanamkan Kerajaan Belanda ketika itu sangat besar, 20 juta Gulden atau setara dengan Rp150 miliar. Jalur kereta api dibangun sepanjang 100 kilometer menghubungkan Sawahlunto dengan Pelabuhan Teluk Bayur, Kota Padang.
Lokomotif terbaru pun didatangkan dari Jerman. Mak Itam namanya. Batu bara membuat Sawahlunto menjadi magnet bagi kaum pendatang di awal abad 20. Kebutuhan akan pangan meledak. Memaksa Belanda membangun pusat pengolahan makanan yang kini menjadi Museum Gudang Ransum. Di sinilah pemenuhan pangan seluruh para pekerja tambang dan warga masyarakat, termasuk untuk orang Belanda.
Setelah Indonesia merdeka, pertambangan itu dikelola oleh negara melalui perusahan yang didirikannya, yakni PT Tambang Batu Bara Ombilin (TBO). TBO kemudian dilikuidasi menjadi anak dari PTBA yang berada di Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Hingga kini, kekayaan batu bara di perut bumi Sawahlunto ini terekam jelas di sebuah lubang tambang batu bara yang dinamakan Lubang Mbah Suro.
Lubang ini merekam perih laranya para kaum pekerja paksa. Kaum tahanan pemerintahan Hindia Belanda yang didatangkan dari Pulau Jawa dan daerah lain yang disebut orang rantai. Pada tahun 1932, lubang ini ditutup oleh Belanda. Pada 2007, lubang yang berada di Tangsi Baru Kelurahan Tanah Lapang, Kecamatan Lembah Segar ini pun dibuka kembali oleh pemerintah daerah setelah melalui beberapa kali pemugaran untuk keperluan pariwisata. Saluran air dan udara ditambahkan agar pengunjung dapat memasukinya dengan nyaman.
Meski PT BA UPO kini tidak beroperasi lagi, karena harga acuan batu bara kini tak sebanding dengan ongkos produksi jenis tambang. Namun, PTBA UPO telah membangun sebuah museum bernama Museum Tambang Batubara Ombilin pada 14 Juni 2016 lalu. Museum yang diresmikan oleh Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Dr Sapta Nirwanda ini bertujuan sebagai pusat dokumentasi dan arsip PTBA UPO, dan diharapkan dapat menjadi pelengkap mutakhir dari berbagai objek wisata yang ada di Sawahlunto, bahkan menjadi pusat studi dan informasi sejarah pertambangan batubara di Indonesia serta mampu menarik wisatawan baik dalam negeri maupun mancanegara. (zek)

Exit mobile version