Jeritan Korban Gempa Pasbar Menghadapi Lebaran 1443 H, Rela Pinjam Uang untuk Bangun Hunian Sementara

PASBAR, METRO–Dari pada membeli baju lebaran, lebih baik membangun tempat berteduh meski darurat. Apalagi untuk menghadapi  Lebaran tahun ini. Dengan hunian sementara itu kita bisa berkumpul dengan keluarga. “Masa bodoh dengan baju lebaran,”  ujar   Sarli (64), korban gempa di Jembatan Panjang Nagari Kajai Kecamatan Talamau, Kabupaten Pasaman Barat.

“Bantuan tidak kunjung datang. Saya beranikan diri membangun tempat tinggal berukuran 5×6 meter walaupun sebagian menggunakan uang pinjaman. Terpenting keluarga kami bisa berkumpul saat Lebaran nanti,” akunya.

Namun Sarli, bertekad saat merayakan Lebaran nanti, keluarganya sudah memiliki rumah yang la­yak ditinggali karena rumah mereka sebelumnya runtuh akibat gempa magnitudo 6,1 pada 25 Februari 2022. ”Daripada berbaju baru, lebih baik kami berumah baru yang layak saat Lebaran meskipun dengan modal seadanya,” sebutnya.

Ia membangun rumah memakai rangka baja ri­ngan, dinding GRC, beratapkan seng memilih pintu dan jendela bekas rumah yang runtuh serta membeli sedikit batu bata. ”Tukang yang mengerjakannya anak dan saudara kita yang sudah biasa merakit baja ringan. Saat ini atap rumah sudah terpasang dan pengerjaan rangka serta memasang pintu dan jendela,” kata­nya.

Menurutnya keberanian mereka membuat hunian ini karena bantuan tidak kunjung dapat. Jangankan hunian sementara, tenda darurat yang layak saja juga tidak ada. Padahal, katanya berbagai ma­cam petugas telah datang menemui mereka mendata dan meminta Kartu Keluarga. Namun sudah hampir dua bulan bantuan tidak kunjung ada.

”Selama ini kami dua keluarga atau lima orang tidur disudut-sudut rumah yang runtuh, dapur rumah dan warung yang ada di sebelah rumah,” ujarnya.

Akibat bantuan yang tidak kunjung datang itu, mereka perlahan-lahan memperbaiki warung yang rusak dari uang bantuan relawan yang datang se­hingga bisa kembali berjualan dan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari me­reka. Selain itu juga meruntuhkan rumah yang rusak dan membangunnya kem­bali dengan modal seadanya dan uang pinjaman. ”Saat ini warung sudah selesai dan rumah sedang pengerjaan dengan biaya yang sudah habis sekitar Rp10 juta. Perkiraan nanti habis Rp18 juta,” katanya. Anak pemilik rumah Jasril (35) yang ikut membantu mengerjakan rumah menargetkan hunian tetap itu sudah selesai saat le­baran nanti.

”Kita baru empat hari mengerjakan rumah ini. Ditargetkan saat lebaran kami sudah bisa tinggal di rumah yang berukuran seadanya ini,” ha­rap­nya.

Mereka tak mau ba­nyak berharap uluran tangan pemerintah karena hampir dua bulan me­reka belum dapat bantuan hunian padahal tetangga di sebelahnya da­pat bantuan hunian semen­tara. Selain itu yang terdampak bencana ini bukan hanya satu dua kejorongan saja.

”Untuk itu kami berinisiatif walaupun berhutang membangun hunian yang layak. Jika kami gunakan terpal atau tenda, daya tahan tak lama. Kami ha­rus tinggal cukup lama sampai rumah bisa terbangun kem­bali. Butuh biaya besar dan waktu cu­kup lama mem­bangun kem­bali rumah kami,” katanya.

Menurutnya mereka harus bangun rumah supaya bisa ditinggali. Mereka harus berusaha hidup menetap dan mandiri de­ngan membangun hunian sebelum ada rumah tinggal lebih layak. (end)

Exit mobile version