Peranan Penerimaan Masyarakat  Kepada Klien Pemasyarakatan, Oleh : M. Dharma Nugraha, S.H JFT Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Pertama Balai Pemasyarakatan Kelas I Padang

Darma Nugraha.

Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasya­rakatan pada Pasal 1 ayat 9 Klien Pemasyarakatan dapat dijelaskan sebagai seseorang yang berada dalam bimbingan Balai Pemasyarakatan. Lebih lanjut dijelaskan dalam Pasal 42 ayat 1, salah satu yang menjadi Klien Pemasyarakatan adalah : Narapidana, Anak Pidana, dan Anak Negara yang men­dapatkan Pembebasan Bersyarat, Cuti Bersyarat atau Cuti Menjelang Bebas. Program ini lebih dikenal dengan istilah Program Integrasi. Secara umum, Program Integrasi dapat diartikan sebagai suatu program pemulihan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan dengan masyarakat sekitar.

Namun faktanya, masih ada stigma negatif dari masyarakat terhadap Klien Pemasyarakatan yang mereka cap sebagai “Mantan Napi”. Berstatus sebagai “Mantan Napi” dapat menjadi beban tersendiri yang harus ditanggung oleh Klien Pemasyarakatan padahal mereka membutuhkan dukungan sosial untuk dapat kembali berinteraksi dalam masyarakat agar mengembangkan hubungan sosialnya. Klien Pemasyarakatan yang men­da­patkan stigma sebagai “Mantan Napi” tentu akan mengalami hambatan dalam berinteraksi sebab rasa malu atas perbuatan yang telah dilakukannya. Stigma tadi menyebabkan masyarakat menilai apapun yang dilakukan oleh Klien Pemasyarakatan selalu bersifat negatife. Hal ini mungkin bisa terjadi akbiat adanya rasa khawatir masyarakat akan pengulangan tindak pidana yang mungkin saja dilakukan oleh Klien Pema­syara­katan.Dampak penerimaan yang kurang baik oleh masyarakat terhadap Klien Pemasyarakatan menimbulkan problema dalam Proses Integrasi. Sebab dalam memulihkan kesatuan hubungan hidup, kehidupan dan penghidupan Klien Pemasyarakatan, mereka membutuhkan kepercayaan dari masyarakat. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat bisa jadi disebabkan oleh kewaspadaan mereka terhadap Klien Pemasyarakatan. Tidak bisa dipungkiri, ada beberapa kasus dimana Klien Pemasya­rakatan kembali mengulangi perbuatan tindak pidananya. Tetapi hal ini sebaiknya tidak dijadikan acuan oleh masyarakat dalam memperlakukan keseluruhan Klien Pemasyarakatan. Klien Pemasyarakatan juga sebaiknya diberikan kesempatan untuk ikut serta berpartisipasi di dalam bermasyarakat.

Penulis selaku Pembimbing Kemasyarakatan yang mempunyai tugas melakukan pembimbingan kepada Klien Pemasyarakatan sering kali mendapati curahan hati mereka mengenai adanya perbedaan sikap ma­syarakat saat mereka baru saja keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Dengan kata lain, permasalahan utama para dari Klien Pemasyarakatan adalah mendapatkan penerimaan dari masyarakat. Sebagaimana dije­las­kan, bahwa status Klien Pema­syarakatan sebagai “Mantan Na­pi” membuat masyarakat merasa harus lebih waspada.

Berdasarkan hasil pengamatan penulis terhadap Klien Pemasyarakatan yang dibimbing, ma­­yoritas masyarakat susah untuk menerima sepenuhnya kembali bagi Klien Pema­sya­rakatan dengan per­kara pencurian (Pasal 362 KUHP s/d Pasal 365 KUHP) dan perkara nar­­kotika. Masyarakat me­mandang mereka dengan sebelah mata dan masih belum se­penuhnya memperca­yai bahwa mereka telah berubah .Hal ini kemudian berlabuh kepada tingkat kepercayaan masyarakat yang menjadi rendah dan berakibat tidak bisanya Klien Pemasyarakatan untuk dapat berpartisipasi penuh dalam masyarakat. Efek lainnya dari rendahnya kepercayaan masyarakat kepada Klien Pemasyarakatan adalah mereka susah untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini dapat terjadi dika­re­nakan masyarakat tidak bisa mem­perc­ayakan pekerjaannya kepada Klien Pemasyarakatan dengan dalih mereka bisa saja “kambuh” kembali.

Penerimaan masyarakat terhadap Klien Pemasyarakatan memang sebuah fenomena sosial. Namun perlu digarisbawahi, Fenomena sosial tersebut dapat mengakibatkan timbulnya kecemasan pada Klien Pemasyarakatan yang pada akhirnya menunjukkan perilaku menarik diri dan mendorongnya kembali mengulangi perbuatan tindak pidananya. Selain itu Pandangan miring dari masyarakat yang menjadi salah satu faktor yang dapat menimbulkan kecemasan bagi Klien Pemasyarakatan. Sesungguhnya penerimaan masyarakat terhadap Klien Pemasyarakatan akan menimbulkan Perasaan optimis atau adanya harapan bahwa segala hal dalam kehidupan Klien akan berjalan dengan baik. Optimis dalam memandang segala permasalahan dalam hidup akan memberikan dampak positif bagi kesehatan dan kesejahteraan hidup Klien.

Saran Penulis, kewaspadaan kepada Klien Pemasyarakatan itu bukanlah hal yang salah. Sebab memang ada beberapa Klien Pemasyarakatan yang “hobi” keluar-masuk penjara dikarenakan sifat pada dirinya yang memang tidak bisa diubah meski dengan intervensi apapun. Hal ini bisa terjadi karena faktor-faktor di dalam dirinya salah satunya disebabkan mentalitas instan. Namun yang penulis harapkan adalah kita dapat memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada Klien Pemasyarakatan terutama bagi mereka yang baru pertama kali melakukan pelanggaran tindak pidana agar benar-benar bisa berpartisipasi di dalam masyarakat. Sebab bagaimanapun juga Penerimaan Masyarakat sangat menentukan bagaimana proses integrasi berjalan. Hidup di dalam masyarakat perlu mengutamakan kebersamaan, kerjasama dan saling menghormati. Implikasi dari kerjasama dan toleransi diantaranya akan memperkuat hu­bungan-hubungan diantara anggota masyarakat. (**)

Exit mobile version