MENTAWAI, METRO – Surat Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumbar No 440.2380/Yankes/IX/2018 dalam pelayanan kesehatan daerah terpencil, bekerja sama dengan Dinkes Kabupaten Kepulauan Mentawai dalam rangka Anti Stunting Dan Gizi Buruk Peduli Anak (Masgibur) dan Tetangga Keluarga Peduli Anak (Terali Hati Sipusuruket) 2018 yang diselenggarakan di Desa Matobe, Kecamatan Sipora Selatan, Mentawai.
Pada sambutannya Kepala Dinkes Provinsi Sumatra Barat, Merry Yuliesday mengatakan, perlu perhatian perangkat desa dalam pengangaran bantuan jamban sebagai bentuk kebutuhan dasar masyarakat.
Melalui Pendidikan Kesehjahteraan Keluarga (PKK) Dasa Wisma seperti arisan, pembuatan jamban, sumur, pengobatan ringan, membangun sarana sampah dan kotoran, ia berharap perhatian pihak PKK untuk mendata 10 atau lebih serta pemberian simbol rumah untuk mencanangkan Sipusuruket. Kemudian dia berharap adanya pembentukan Gerakan Masyarakat Sehat (Germas).
”Kepada wakil bupati, saya mohon dana desa disemua kepulauan Mentawai, agar dapat menyelesaikan jamban, melalui dasa wisma kita Optimalkan 10 sampai 20 rumah perlu dilakukan pendataan oleh Ibu PKK, dan berikan rumah bertandakan bendera merah agar kita dapat mengetahui, dan semua keterlibatan di semua sektor. Dan perlunya kita membentuk Germas,” katanya.
Selanjutnya, agar dapat meninggalkan kebiasaan tradisional dalam melahirkan dan juga kepada pemerintah supaya menerapkan Peraturan Kementrian Dalam Negeri (Permandagri) 82 tahun 2018 Badan Layanan Daerah tentang Pendapatan rumah sakit dapat langsung di kelola oleh rumah sakit. Di harapkan dari peraturan ini segala kegiatan Operasional Rumas Sakit tidak terkendala.
“Ketika di dala rumah sakit anggaran cukup minim dan anggaran di rumah sakit tidak memadai, di karenakan sistem Pendapatan di laporkan ke kas daerah kemudian prosesnya rumit ke pihak rumah sakit, di tambahkan lagi dengan Dokter Spesialis yang minim di Rumah sakit.
Makanya pasien yang rujukan dari puskesmas sering terkendala oleh tenaga medis yang tidak memadai dan peralatan yang tidak lengkap dan memadai,” tegasnya.
Sementara Wakil Bupati Mentawai, Kortanius Sabeleake mengutarakan kendala yang sering di alami Pemda dan Masyarakat, terutama dalam segi letak Gografis Kepulauan Mentawai dan anggaran untuk Mentawai yang disamakan dengan yang lain.
“Kami di Kabupaten Kepulauan Mentawai saat Pemekaran pada 19 tahun lalu pada 4 Oktober 1999 harus memulai dari Nol, yang mana Aparatur Sipil Negara (ASN) saat itu sangat minim karena untuk ASN Sarjana kami punya 2 Orang, dan juga masyarakatnya. Bayangkan untuk pusat ibu kota Kabupaten Mentawai, Tuapejat saja hanya 15 Kepala Keluarga (KK) serta Infrastruktur jalan yang tidak ada, Puskesmas hanya 4 dan Postu 16 serta SMA 3 dan SMP 6. Hal itu disebabkan Kurang Sumber Daya Manusia (SDM) bidang Pendidikan dan Kesehatan, dan anggaran daerah kami yang disamakan dengan kabupaten lain, itu alasan kami tidak dapat disamakan dengan kabupaten lain,” jelasnya.
Selanjutnya Kortanius menambahkan pihaknya telah mengupayakan bangkit dari ke tertinggalan dengan membangun berbagai Program diantaranya Dalam Bidang Pendidikan dan Kesehatan, dengan memberikan bantuan Kuliah Gratis kepada Putra/i Mentawai serta di berbagai Bidang Ilmu dan sekarang masih berjalan. Dan Membangun Infrastruktur jalan seperti Trans Mentawai.
“Kekurangan SDM itu kami coba dengan menguliahkan putra/i. dengan perkembangan itu saat ini kami sudah memiliki 15 Puskesmas dan 172 Puskesmas Pembantu serta 15 SMA 32 SMP. Melalui Program Pendikan, Kesehatan dan Pembangunan Infrastruktur adalah Solusi untuk menindaklanjuti,” harapnya. (s)