PADANG, METRO – Priscilla (27), telah menyelesaikan kuliahnya di Inggris dan Prancis selama lima tahun. Dari sana, dia mendapatkan pelajaran sangat berharga – mencintai produk daerah sendiri atau lokal. Dari hal itulah, alumni SMA Don Bosco Padang ini membuka L’ile Chocolate. Bukan sekadar menghadirkan cokelat yang enak, tapi juga memproduksinya di pabrik sendiri.
Ya, di Jalan Thamrin Nomor 39 Alang Laweh, Padang Selatan, Priscilla mulai memperkenalkan hasil cokelat buatan pabriknya, yang pembuatannya dipelajari di dua negara di Eropa itu. Bahkan mesinnya didatangkan dari Italia. Namun, bahan bakunya murni dari Sumatera Barat (Sumbar).
Besok, Jumat (8/11), L’ile Cocholate akan mulai memperkenalkan diri ke publik melalui soft launching, jelang grand launching 2020 mendatang. Hari itu, Priscilla dan timnya akan memperkenalkan banyak varian cokelat yang telah mereka sempurnakan selama beberapa waktu terakhir di pabrik dekat Rumah Pahlawan Nasional Bagindo Aziz Chan ini.
“Semua produk kami memakai bahan dari lokal, dan tidak menggunakan produk artifisial, atau alami. Jadi, cokelat kami murni dan aman untuk kesehatan semua penggemar cokelat. Ayo datang soft opening Jumat besok,” sebut Priscilla yang memiliki sertifikat food safety, tentang keamanan dan kenyamanan pangan internasional.
Produk cokelat yang akan dikeluarkan saat soft opening adalah, tiga cokelat utama yang terdiri dari Chocolate 69, Chocolate 54 dan Milk Chocolate 48. Angka yang tertulis adalah persentase dark chocolate (cokelat hitam/murni) jumlah cokelat dalam produk. Sementara sisanya adalah gula, tanpa tambahan bahan dasar lain.
“Selain itu, ada enam varian rasa cokelat lain yaitu rendang, kopi, coconut (kelapa), kacang mede dan kismis, kacang tanah, serta almond. Khusus rendang, juga akan menjadi andalan kita, karena dipadukan dari bubuk-bubuk rempah terbaik di Sumbar. Karena Sumbar sangat terkenal dengan rempahnya yang kaya,” kata Priscilla lagi.
Disinggung kenapa berbisnis cokelat, Priscilla menyebut, orang tuanya sejak lama menjadi pengekspor kopi dan cokelat dari Sumbar. Namun, dia belum mendapatkan cokelat hasil olahan yang murni dari Sumbar. Kalau pun ada, hanya sekadar peracikan, bukan dari tahap awal. “Saat kuliah di University of Reading Inggris di jurusan Bisnis, saya melihat, bagaimana cinta dan bangganya orang Inggris terhadap produk lokal mereka. Tapi kita di Sumbar, terlihat belum begitu bangga. Karena itulah saya terpikir berbisnis pabrik cokelat asli Sumbar ini,” katanya.
Tiga tahun di Inggris, Priscilla menambah lagi ilmunya dua tahun di Perancis, dan mulai terus belajar soal cokelat. “Orang tua saya pengekspor biji cokelat, artinya sumber daya alamnya ada. Kalau dibuat pabriknya tentu bisa lebih baik lagi. Saat ditanya kenapa berbisnis dan bagaimana mengembangkannya, mirip-mirip toko online lah, mulai aja dulu,” sebutnya.
L’ile sendiri, kata Priscilla, adalah kata dalam bahasa Prancis yang artinya pulau. Hal ini menggambarkan kondisi tempat tinggalnya Pulau Sumatera, karena dia pernah tinggal di Pekanbaru Riau dan Padang. “Mungkin kata pulau ini pas, atau L’ile de Sumatera. Soal harga cokelat, mulai dari Rp40 ribu saja. Tahun depan kita akan buka factory (pabrik) dan museum. Sekaran ditulis coming soon dulu di dinding,” katanya didampingi sang ibu Prisca Maria Partana. (r)