PADANG, METRO – Dengan telah ditetapkannya kenaikan iuran BPJS yang mencapai dua kali lipat menimbulkan komentar yang beragam dari masyarakat. Bahkan dipredikasi akan banyak masyarakat yang akan pindah kelas.
Salah satu masyarakat yang merasa keberatan dengan kenaikan iuran BPJS tersebut, Murdi (24). Dirinya mengaku menjerit dengan kenaikan iuran BPJS di tengah kesulitan ekonomi saat ini.
“Di saat pendapatan sekarang pas-pasan dan kebutuhan hidup semakin tinggi, pemerintah malah menaikan iuran BPJS. Belum lagi tagihan listrik dan tagihan lainnya yang harus bayar setiap bulan,” keluhnya.
Masyarakat lainnya, Roza, mahasiswi, menyebutkan, pelayanan kesehatan seharusnya menjadi tangungjawab negara terhadap rakyat yang harus dipenuhi, namun justru diserahkan kepada pihak swasta yang mana dasarnya adalah selalu beritung-untung rugi terhadap rakyat.
Humas BPJS Sumbar Robby mengatakan, terkait penyesuaian iuran BPJS, sesuai dengan rillis BPJS Pusat yang telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Dalam Perpres tersebut, terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat. Pertama, kategori peserta Peserta Bantuan Iuran (PBI).
“Pertama peserta PBI yang ditanggung oleh Pemerintah Pusat sebesar Rp42.000, berlaku 1 Agustus 2019 dan kedua Peserta PBI yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah mendapat bantuan pendanaan dari Pemerintah Pusat sebesar Rp19.000,- per orang per bulan untuk bulan pelayanan 1 Agustus – 31 Desember 2019,”ujanrya
Dilanjutkannya, untuk Kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yakni Batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta, dengan komposisi 5% dari gaji atau upah per bulan, dan dibayar dengan ketentuan empat persen dibayar oleh Pemberi Kerja, dan satu persen dibayar oleh Peserta.
“Untuk Peserta PPU tingkat pusat yang merupakan Pejabat Negara, pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, PNS, Prajurit, Anggota Polri, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019,” ujanrya
Kemudian Peserta PPU tingkat daerag yang merupakan Kepala dan Wakil Kepala Daerah, pimpinan dan anggota DPRD daerah, PNS daerah, Kepala Desa, Perangkat Desa, dan pekerja swasta, berlaku mulai 1 Januari 2020.
” Peserta PPU yang merupakan pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Januari 2020,” terangnya
Sementara itu ditempat terpisah, dosen Hukum Kesehatan pada Fakultas Hukum Universitas Ekasakti Padang, Firdaus Daezo mengatakan, salah satu faktor naikknya BPJS membuat sebagian masyarakat pindah kelas. Namun ada juga sebagian masyarakat enggan untuk pidah kelas, dengan alasan gengsi atau malu.
Misalnya kelas I turun menjadi kelas II, selanjutnya kelas II turun ke kelas III. Pada hal yang membedakannya hanya kamar rawat inap, sedangkan obat dan pelayanannya sama baik di rumah sakit swasta maupun rumah sakit pemerintah.
“ Memang saat ini pemerintah setuju menaikkan iuran BPJS, dan masyarakat pun keberatan. Tidak ada masalah jika ingin pindah kelas, namun sebagian masyarakat enggan untuk pindah kelas,” tuturnya.
Dalam rillis Kepala Humas BPJS Kesehatan M. Iqbal Anas Ma’ruf mengungkapkan melihat ketentuan penyesuaian iuran dalam Perpres tersebut, Pemerintah masih mendapatkan andil sebagai pembayar iuran terbesar.
Pemerintah menanggung 73,63% dari total besaran penyesuaian iuran yang akan ditanggung oleh pemerintah melalui peserta PBI APBN, penduduk yang didaftarkan pemerintah daerah, pegawai pemerintah pusat/daerah, TNI, dan Polri. Kontribusi pemerintah tersebut sangat membantu peserta mandiri sehingga penyesuaian iuran peserta mandiri tidak sebesar seharusnya.
“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidaklah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan Program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” kata Iqbal.
Iqbal menambahkan, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp 8 juta sampai dengan Rp 12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut, tidak terkena dampak.
“Untuk peserta buruh dan pemberi kerja, yang terdampak yaitu yang berpenghasilan 8 juta sampai dengan 12 juta, penyesuian iuran hanya menambah sebesar rata-rata Rp27.078 per bulan per buruh, angka ini sudah termasuk untuk 5 orang, yaitu pekerja, 1 orang pasangan (suami/istri) dan 3 orang anak. Artinya beban buruh adalah Rp5.400 per jiwa per bulan. Ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang dikabarkan,” kata Iqbal. (cr1)