Kisah Tukang Becak Bertahan di Tengah Gempuran Aplikasi Online, Kayuh Sepeda ke Bypass, Diupah Rp100 Ribu

ELEGI tukang becak kayuh yang terus bertahan di tengah gempuran modrenisasi hingga munculnya alat transportasi berbasis aplikasi, ternyata tak menyurutkan hati para tukang becak tersebut yang hanya ingin mencari rupiah demi anak dan istri.
ULAKKARANG – Inilah yang dirasakan Eri (65), tukang becak yang biasa mangkal di Jalan Jakarta, Ulak Karang, Kecamatan Padang Utara. Ia sudah 10 tahun menarik becak kayuh. Waktu yang cukup hebat untuk sebuah pekerjaan yang sudah sekian banyak mendapat gempuran modernisasi. Gojek, Grab, bahkan becak motor belum berhasil menyingkirkan Pak Eri dengan becak kayuhnya.
Tubuh sepeda yang sudah tua dan masih banyak lagi masalah teknis lain menjadikan pekerjaannya sebagai tukang becak semakin sulit. Namun, demi sesuap nasi, Eri rela mengayuh sepeda setiap hari mengantar penumpang.
“Saya sudah 10 tahun mengayuh becak. Di saat anak-anak muda beralih jadi ojek motor pangkalan atau jadi ojek online, bapak tetap dengan sepeda kayuh ini,” sebut Eri, kepada POSMETRO, Jumat (11/10).
Ia menceritakan, pelanggan setia becak kayuh dia adalah pelajar SD dan SMP. Juga ada pegawai kantoran dan ibu rumah tangga yang pulang dari Pasar Ulak Karang atau dari Pasar Pagi Raden Saleh.
“Kalau ditanya berapa pendapatan setiap hari, tidak pasti. Kadang banyak, kadang sepi penumpang,” imbuh Eri.
Jika sepi penumpang, Eri yang tinggal di kawasan Ulak Karang ini hanya bisa membawa uang Rp10 ribu ke rumah. Namun, jika banyak penumpang, sehari ia bisa mendapat Rp100 ribu.
Ketika ditanya kenapa tidak beralih ke profesi lain, atau menjadi tukang ojek motor atau ojek online, bapak ini hanya tersenyum tipis.
“Mau kerja lain tak pasti. Kalau ini biar sedikit, tapi ada juga yang dibawa pulang. Alhamdulillah, masih ada yang setia dan suka naik sepeda kayuh ini,” tuturnya.
Meski demikian, Eri mengaku sejak ada ojek motor dan ojek online, sangat berpengaruh terhadap eksistensi becak kayuh. Dulu, di tahun 2000-an, ia banyak mendapat penumpang. Tapi, sejak gempuran teknologi transportasi, makin lama becak sepeda kayuh ikut tersisih.
Sementara, rekan Pak Eri, Yanto (54), mengaku, ia sudah hampir 8 tahun mencari rezeki dengan becak kayuhnya. Jam kerja pun bervariasi, tergantung waktu anak-anak sekolah masuk dan pulang serta jam kantoran pegawai.
“Saya mulai cari penumpang dari pukul 07.00 WIB hingga 20.00 WIB malam. Kalau pagi, biasanya anak-anak SMP, pegawai kantoran juga ada. Nanti, pukul 09.00 pagi baru pulang sebentar untuk istirahat,” sebut Yanto, yang pernah menjadi petinju di umur 18 tahun ini. Yanto ikut tim Sumbar saat kejuaraan di Lubuksikaping, Kabupaten Pasaman.
“Saya pernah mencoba pekerjaan lain, tapi mau apalagi tak ada yang bisa. Akhirnya, jadi tukang becak. Alhamdulillah, dapat duit setiap hari, meski tidak banyak.
Yanto juga menceritakan, pengemudi biasanya banyak mendapat pesanan baik itu mengantar warga ataupun barang ketika bulan Ramadhan atau di hari-hari tertentu.
Bagaimanapun becak sepeda menjadi kendaraan yang ramah lingkungan serta murah meriah untuk warga padang sebagai transportasi umum.
“Saya pernah mengantar barang penumpang ke kawasan Bypass dan diberi upah Rp100 ribu,” imbuhnya.
Dari segi harga, becak memang mematok harga yang lebih tinggi dari ojek motor. Hal ini sebenarnya wajar-wajar saja, mengingat tenaga yang dikeluarkan untuk mengayuh kendaraan yang satu ini lebih besar dari kendaraan lain. Belum lagi barang bawaan penumpang yang melebihi batas normal.
“Ya, mau tidak mau harus diangkut. Rezeki tak datang dua kali,” lugas Yanto. (RICO PERMANA)

Exit mobile version