Pengurangan Risiko Bencana, Penyandang Disabilitas juga Mampu Menolong Korban

KHATIB, METRO – Bencana bisa kapan saja terjadi dan menimpa semua orang. Tak terkecuali penyandang disabilitas. Itu artinya, mereka juga harus memiliki upaya untuk mengurangi atau meminimalisir risiko bencana.
Harapannya saat terjadi bencana, mereka bisa mengevakuasi dirinya sendiri atau bahkan membantu orang lain. Hal itu yang menginspirasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Padang menggelar Pelatihan Peningkatan Kapasitas Pengurangan Risiko Bencana Berbasis Masyarakat secara Inklusif untuk Persatuan Tuna Netra Indonesia (Pertuni), Organisai Penyandang Disabilitas (Opedis), Perhimpunan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI), Gerakan Tuna Runggu Indonesia (GERGATIN) dan Himpunan Wanita Disabiltas Indonesia.
“Harapannya saat terjadi bencana, mereka bisa mengevakuasi dirinya sendiri atau bahkan membantu orang lain. Karena musibah atau ujian bisa menghampiri siapa saja, termasuk para penyandang disabilitas,” ungkap Kepala Pelaksana BPBD Kota Padang Dr. Edy Hasymi,M.Si saat menggelar pelatihan Pengurangan Risiko Bencana (PRB) Inklusif, Selasa (1/10).
Menurut Edy, pelatihan tersebut digelar untuk meningkatkan kemandirian dari penyandang disabilitas. Termasuk dalam proses evakuasi saat terjadi bencana. Ia menambahkan, pelatihan tersebut penting untuk mengurangi ketergantungan penyandang disabilitas. Sebab tidak bisa dipungkiri, selama ini penyandang disabilitas lebih banyak menjadi objek evakuasi.
“Kalau kita bicara masalah evakuasi, individu kan berhak mengevakuasi. Nah, itu yang ingin kita capai. Bagaimana teman-teman bisa mengevakuasi dirinya dan menolong yang lain,” tambahnya.
Sedangkan Kabid Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD, Drs Henry MM mengungkapkan, dalam pelatihan tersebut, peserta yang merupakan penyandang disabilitas sebanyak 47 orang. Penyandang disabilitas diajak untuk memahami tentang apa yang harus dilakukan saat terjadi bencana. Khususnya banjir dan gempa. Selain itu, mereka juga diajak praktik langsung.
“Jadi apa yang kita perdengarkan kepada mereka, itu yang akan kita sentuhkan ke mereka. Ini jalur evakuasi, ini suara sirine tanda bahaya,” lanjutnya.
Pelatihan PRB Inklusif dilakukan secara bertahap. Menurut Henry, penyandang disabilitas memerlukan waktu lebih lama untuk mengenal hal baru.
“Ini kan hal baru di Kota Padang karena kita berpijak pada kejadian gempa di Chile yang mana jumlah korban jiwa turun drastis dari awal terjadinya gempa dan tsunami di sana. Pemerintah setempat secara giat melakukan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) sehingga kejadiannya pun tidak banyak merenggut korban jiwa, jadi untuk memasukkan hal-hal baru seperti ini butuh proses yang agak panjang. Jadi saat ini cenderungnya kita masih proses penyadaran, kenapa sih ada PRB inklusif,” pungkas Henry. (r)

Exit mobile version