Ditolak Warga dan Jamaah, Pemko Padang Tetap Dukung Krematorium HBT

Krematorium yang menjadi polemik di Pondok, Kota Padang.
AIEPACAH, METRO–Meski mendapat penolakan dari warga karena dinilai lokasi krematorium HBT akan mengganggu kenyamanan, namun Pemko tetap bersikukuh jika tempat pembakaran mayat itu sudah sesuai dan melakukan pengkajian matang. Pengoperasian krematorium mendapat dukungan penuh dari Wali Kota Mahyeldi Dt Marajo.
Mahyeldi menyebut bahwa krematorium HBT Pondok sudah sesuai aturan berlaku. Jika masih ada penolakan dari segelintir oknum masyarakat, Mahyeldi berharap agar kepolisian segera bertindak mengamankan pihak-pihak yang menimbulkan konflik.
Hal ini diperkuat oleh Kepala Dinas Kebersihan Pertamanan (DKP) Kota Padang Afrizal Khaidir, Minggu (8/11).
Menurut Afrizal, keberadaan krematorium sudah sesuai aturan. Terdapat tiga hal yang tidak dilanggar oleh HBT Pondok, pertama dari segi Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW). Sesuai Perda Nomor 4 tahun 2012, HBT Pondok merupakan kawasan cagar budaya, tetapi bukan kawasan khusus untuk pemukiman. Kedua, izin bangunan HBT adalah rumah duka.
”Izin HBT ini adalah rumah duka. Kalau dicontohkan dengan daerah kota besar lain, di setiap rumah duka ada krematoriumnya. Seperti yang ada di Pluit, Jakarta,” ucapnya.
Afrizal juga menyebut bahwa dari segi aspek lingkungan, HBT Pondok telah membuat Surat Pernyataan Pengendalian Lingkungan (SPPL). Ini artinya krematorium tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan.
”Jadi keberadaan krematorium ini sudah sesuai peraturan perundangan. HBT Pondok juga telah menggunakan teknologi modern dalam pembakaran mayat, sehingga tidak menimbulkan bau, asap, dan tidak mencemarkan lingkungan,” pungkasnya.
Sementara Kepala Bapedalda Kota Padang Edy Hasmy mengatakan, pihak HBT sebelumnya sudah mengajukan SPPL sebagai salah satu syarat untuk pengoperasian krematorium. ”Dalam surat itu mereka sudah berjanji  mampu mengelola lingkungannya dengan baik. Sehingga tak mengganggu  masyarakat. Kalau  izin mendirikannya berada di TRTB. Kami hanya menerima surat pernyataan SPPL-nya dari mereka,” kata Edi.
Jika Wali Kota Mahyeldi Dt Marajo dan jajaran mendukung penuh, hal berbeda dilontarkan pengamat dan anggota DPRD. Sebelumnya, anggota DPRD Sumbar Alber Hendra Lukman menilai, yang dipermasalahkan oleh warga itu adalah lokasi krematorium. Bukan masalah mesin canggih yang digunakan.
”Kalau untuk mesin, harus diakui mesin tersebut luar biasa canggihnya. Namun, yang dipermasalahkan oleh warga adalah lokasi. Pondok ini ada berbagai etnis yang tinggal di sini. Sehingga seharusnya lokasi krematorium ini tidak menimbulkan gejala sosial yang tidak bagus,” kata Albert.
Ada Aturan yang Dilanggar
Sementara, anggota Komisi I DPRD Azirwan mengatakan, dalam pemberian izin yang dilakukan Pemko terhadap krematorium, dinilai ada pelanggaran hukum. Dan, Pemko harus melakukan tinjauan kembali.
Katanya, permasalahan krematorium yang telah dikeluarkan izinnya oleh Pemko itu, melanggar PP No 9 tahun 1987 pasal 2 ayat 3 a. Di mana dalam melakukan penunjukan dan penetapan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus berdasarkan pada Rencana Pembangunan Daerah, dan/atau Rencana Tata Kota, dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: a tidak berada dalam wilayah yang padat penduduknya, b. menghindari penggunaan tanah yang subur, c. memperhatikan keserasian dan keselarasan lingkungan hidup, d. mencegah pengerusakan tanah dan lingkungan hidup, e. mencegah penggunaan tanah yang berlebih-lebihan.
”Sudah jelas dalam Pasal 2 (3) a, pendirian krematorium tersebut melanggar karena didirikan di tengah permukiman warga,” jelas Azirwan. Karena itu dia berharap agar Pemko kembali mengkaji ulang izinnya.
Terpisah, Sosiolog dari Universitas Andalas Dr Azwar mengatakan, Pemko harus segera mengambil tindakan cepat untuk menuntaskan persoalan pembangunan krematorioum. Hal itu diambil guna menahan agar tidak terjadi konflik sosial yang berkepanjangan.
Dikatakan, meskipun pihak HBT telah mengantongi perizinan dari Pemko untuk pembangunan krematorium, namun sesuai prosedur bahwa untuk perizinan awal haruslah melalui persetujuan warga sekitar.
”Kalau ada izin dari warga sekitar tentunya tidak ada konflik seperti ini. Berarti ada mekanisme atau prosedur yang dilangkahi dalam membuat perizinan itu. Oleh karena itu sebaiknya dilakukan kajian ulang terhadap perizinan yang ada,” ungkapnya kepada POSMETRO, Senin (2/11).
Menurutnya, warga juga bisa menuntut Pemko yang telah memberi izin. Karena warga belum memberikan izin atas pembangunan krematorium. “Kenapa Pemko bisa memberikan izin, ini ada hal yang salah. Silahkan melaporkan hal ini kepada Ombudsman, agar mereka bisa melihat prosedur yang telah dilakukan Pemko,” tegas  Azwar. (tin/o)

Exit mobile version