GUNUNG PANGILUN, METRO – Dugaan pungutan yang dilakukan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Padang sekitar Rp2,5 juta kepada siswa-siswinya untuk pengambilan Sertifikat Hasil Ujian Nasional (SHUN) menuai protes dari Kementerian Agama (Kemenag) Kota Padang.
Kepala Kantor Kemenag Padang, Marjanis mengaku belum ketahui masalah tersebut. Namun, dia berjanji akan melakukan cros check untuk memperoleh data yang lebih akurat terkait dugaan pungutan liar (pungli) uang dilakulan pihak sekolah di MAN 2 Padang tersebut.
“Kalau itu saya tidak tahu, lebih bagus ditanya langsung ke sana (MAN 2 Padang, red). Karena Kemenag dengan MAN 2 Padang hanya sebatas koordinasi, jadi tidak ada itu instruksi (pungutan, red) dari Kemenag,” ujar Marjanis, Selasa (11/6).
Menurut Marjanis, kegiatan pungli yang dilakukan oleh pihak sekolah itu harusnya tidak terjadi. Sebab menurut dia lagi, jika benar ada orang tua yang merasa keberatan memberikan sumbangan maka klasifikasi pungutan itu sudah bukan lagi sukarela, melainkan terpaksa.
“Urusan pungutan ini kan hubungannya dengan KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) dan komite. Tentu saat komite memungut dari orangtua siswa ada kesepakatan terlebih dahulu,” ujar Marjanis.
Marjanis mengingatkan kepada komite sekolah agar tidak melakukan pungutan sepihak kepada orang tua siswa. Lantaran dia khawatir, sumbangan itu bernuansa pungutan atau yang kemudian disebut pungutan liar atau pungli.
“Karena tidak semua dari latar belakang orang tua itu mampu. Harus sesuai dengan ketentuan sumbangannya, harus sukarela. Ini menjadi catatan dan harus ditindaklanjuti komite sekolah,” sebut Marjanis.
Di sisi lain, Marjanis menyebut, saat ini jumlah lembaga pendidikan mulai (MAN hingga Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) yang berada dalam naungan Kemenag Kota Padang mencapai 17 lembaga. Rinciannya, MI sebanyak 7 lembaga, Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTs) sebanyak 7 lembaga dan MAN 3 lembaga.
“Sesuai data kami, lembaga pendidikan dari jenjang MIN hingga MAN di bawah naungan Kemenang berjumlah 17 lembaga,” ucap Marjanis.
Terpisah, Kepala MAN 2 Padang, Akhri Meinhardi mengatakan, adanya informasi SHUN siswa tidak diberikan karena belum lunasnya uang komite anak di sekolah dengan nilai Rp2,5 juta, untuk solusi terbaiknya diserahkan pada komite.
“Selaku pimpinan, kita siap menerima pengaduan yang masuk dari para wali murid semua. Itu tergantung komitenya, kita sekedar mengetahui saja bahwa setiap anak diminta membayar uang komite dan uang tersebut ketentuannya sejak awal anak masuk telah dimusyawarahkan dahulu dengan wali murid,” ujar Ardi, Selasa (12/6).
Ia menambahkan, hingga sekarang ini, SHUN siswa belum keluar dari Puskom. Jika ada wali murid tak sanggup melunasi uang tersebut sambungnya, komite telah memberikan keringanan dan kemudahan pada orangtua anak. Yaitu dengan sistem angsuran atau cicil.
Selanjutnya terang Ardi, apabila wali murid benar-benar tak sanggup membayarnya dari awal, pihaknya tentu meminta untuk mengurus Surat Keterangan Tak Mampu (SKTM) asli sesuai domisili dari kelurahan. Hal ini dilakukan supaya siswa bisa terus melanjutkan sekolah di MAN 2.
“Bagi siswa yang kurang mampu, sekolah ada memberikan dispensasi,” paparnya.
Ia mengatakan, pihak sekolah tak pernah mengaitkan antara uang komite dengan SHUN peserta didik. Jika tanggung jawab anak telah usai, maka apa yang menjadi haknya akan diberikan dengan sebaik-baiknya dan cepat tanpa ada penahanan atau penundaan.
Ia meminta wali murid tak mencampuradukkan antara hak dan kewajiban. Tujuannya agar kesalahpahaman tak terjadi dan keharmonisan antara wali murid dengan sekolah terus terjalin dengan baik.
Ia menilai, sebagian orang tua banyak yang menggabungkan dua item ini, yakni kewajiban dan hak. Sehingga kesalahan fatal diklaim terletak pada pihak sekolah.
Ia menginginkan wali murid merubah argumen yang selama ini tak sesuai dengan apa yang terjadi.
“Supaya penyimpangan tidak terjadi lagi dan kesalahpahaman dapat berkurang hendaknya,” sebut Ardi. (mil/ade)


















