PADANG, METRO – Festival Nan Jombang yang diadakan Nan Jombang Group bersama Komunitas Galombang Minangkabau, setiap tanggal 3, menghadirkan kesenian tradisional Dikia Pauh, Padang, Jumat (3/5). Hadirnya Dikia Pauh ini bertepatan memasuki bulan suci Ramadhan 1440 H.
Festival Nan Jombang didukung oleh Bakti Budaya Djarum Foundation. Ery Mefri selaku Pimpinan Tari Nan Jombang, mengatakan, kesenian tradisi membutuhkan generasi penerus untuk melanjutkan tongkat estafet agar kesenian tersebut dapat terjaga dan berkembang.
”Namun kesenian tradisi pada era milenial saat ini seolah ditinggalkan generasi. Permasalahan ini tidak bisa dibebankan kepada perubahan zaman atau generasi muda itu sendiri,” ungkapnya.
Minimnya panggung yang dimiliki oleh seniman tradisi sepertinya menjadi titik sentral kenapa kesenian tradisi kehilangan penikmat serta peminat. Sehingga menjadi barang langka.
“Untuk itu, Festival Nan Jombang Tanggal 3 (FNJT3) selalu memberikan panggung kepada para seniman tradisi, dengan harapan kesenian tradisi khususnya di Minangkabau selalu terjaga dan tidak hilang keberadaannya,” ucapnya.
Dikia Pauh merupakan salah satu kesenian tradisi yang cukup populer pada masanya di Sumatera Barat. Kesenian ini berbentuk shalawat dan hikayat Nabi Muhammad SAW. Dalam penyajiannya Dikia Pauh memiliki 5 sesi, yaitu dikia, shalawat, hikayat, bersanji dan doa maulid. Berbeda dengan kesenian berbentuk dikia atau shalawat lainnya di Minangkabau, Dikia pauh tidak hanya dimainkan dengan duduk namun juga pada beberapa sesi mereka akan memainkannya dengan berdiri seperti layaknya menari.
Menurut Janidir Rajo Intan, selaku pemain dari Dikia Pauh menjelaskan bahwa kesenian ini dimainkan hanya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW. Namun dalam perjalanannya, kesenian ini tidak hanya dimainkan ketika maulid nabi saja.
”Dahulu kesenian ini hanya untuk memperingati maulid nabi saja, tapi sekarang bisa ke acara apa saja seperti baralek, menaiki rumah dan lain sebagainya”, terangnya.
Laki-laki yang berumur 78 tahun ini sudah memainkan Dikia Pauh sejak tahun 1965 tepatnya saat dia masih berusia 13 tahun. Dia mempelajarinya dari salah seorang “guru gadang” yang bernama Angku Ketek Rali dari Pauh.
Garin Nugroho yang juga hadir dalam FNJT3 menjelaskan, bahwa FNJT3 berhasil membangun kekuatan dan semangat budaya Minang untuk bisa menjadi dialog dunia. Warisan kebudayaan ini harus selalu dikelola dan di bangun terus, sehingga Nan Jombang berhasil membangun komunitas untuk melestarikan budaya Minang.
”Nan Jombang telah berhasil mengekploitasi, serta mengelola kebudayaan Minang sehingga Nan Jombang berhasil menjadikan budaya Minang menjadi dialog dunia,” ujarnya.
Garin Nugroho Gandeng FNJT3
Galin Nugroho selaku sutradara menjalin kerja sama dengan FNJT3 untuk melakukan pemetasan di Singapura, 29 Juni 2019 nanti. Dalam hal ini Galin Nugroho akan menjadi sutradara dan membuat musikal theater dengan melibatkan Nadi selaku sebuah komunitas Perkusi Melayu.
Menurut Galin, FNJT3 akan menampilkan koreografi dan memberikan workshop kepada warga Melayu yang ada di Singapura.
“Rumpun melayu sebagai bahagian besar sejarah di Asia Tenggara haru berdialog dan menumbuhkan dan melestarikan kebudayaan-kebudayaan Melayu,” ujarnya.
Selain itu, Garin menjelaskan juga bahwa tahun depan masih melakukan kerja sama dengan Ladang Nan Jombang untuk mengangkat silat dan syuro.
“Oktober depan saya masih melakukan kerja sama theater dengan Nan Jombang untuk mengangkat silat dan syuro. Saya berharap dengan kerja sama yang intens dilakukan dengan Ladang Nan Jombang membawa perjalalan untuk membuat film yang berlatar belakang Minangkabau,” tutupnya. (fan)