Al-Mâ ñ”Lûn: Etos Birokrasi yang Mencerahkan
Surat Al-Mâ ñ”Lûn adalah fondasi teologis gerakan Muhammadiyah. Bagi KH Ahmad Dahlan, surat ini bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dihidupi. Maka ketika seorang kader Muhammadiyah bekerja dalam pemerintahan, ia harus menghindari dua kecenderungan dalam surat tersebut: mendustakan agama karena mengabaikan anak yatim, dan enggan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan.
Muhammadiyah telah meletakkan etika kerja sosial dalam garis perjuangannya. Nilai ini perlu diinternalisasi dalam etos birokrasi: jangan sampai ada kebijakan yang mempersulit rakyat kecil, atau mengabaikan suara kaum lemah yang tak bersuara.
Pemerintah yang Mencerahkan
Seorang birokrat yang Muhammadiyah sejati tidak sekadar menjalankan rutinitas, tapi menjadi pelita di tengah birokrasi yang kadang redup karena pragmatisme dan politik kepentingan. Dalam konteks inilah, sabda Nabi SAW kembali relevan:
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.”((HR. Ahmad, no. 23408)
Semakin tinggi jabatan, semakin besar ruang untuk menghadirkan manfaat. Maka jangan jadikan kekuasaan sebagai benteng untuk diri, tetapi sebagai jembatan menuju masyarakat.
Muhammadiyah bukanlah gerakan yang menjauh dari negara, namun tidak pula memburu kekuasaan.
Ia hadir di tengah-tengah umat dan negara sebagai kekuatan sipil yang memandu nilai dan arah kebijakan melalui kader-kadernya. Ketika seorang kader Muhammadiyah masuk ke pemerintahan, ia sedang melanjutkan misi tajdid dan rahmatan lil ‘alamin, bukan membawa agenda golongan, tetapi semangat kebermanfaatan universal.
Seperti pesan KH Ahmad Dahlan yang agung, “Menolong orang lain itu lebih utama daripada memperbanyak wirid.”
Maka jadikan birokrasi tempat mengabdi. Pelayanan bukan beban, melainkan ladang amal. Inilah jihad modern kader Muhammadiyah: berbuat baik lewat negara, untuk umat dan bangsa. (*)
















