PADANG, METRO–Pemprov Sumatera Barat gencar mendorong terbentuknya Sekolah Ramah Anak (SRA). Hal ini sejalan dengan komitmen pemerintah untuk melindungi hak anak dan menciptakan lingkungan belajar yang aman dan menyenangkan. Berdasarkan data, masih banyak kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah, seperti bullying dan hukuman fisik. Melalui SRA, diharapkan anak-anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal dalam lingkungan yang mendukung.
“SRA bukan hanya sekadar program, tetapi merupakan upaya kita bersama untuk membangun budaya sekolah yang positif dan melindungi hak-hak anak,” ujar Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3AP2A) Sumbar, dr. Herlin Sridiani, kepada wartawan, Minggu (24/11) di Padang.
Berdasarkan data, kasus kekerasan di lingkungan sekolah masih cukup tinggi, terutama berupa bullying dan hukuman fisik. Kondisi ini sangat memprihatinkan karena dapat menghambat tumbuh kembang anak secara optimal.
“Dengan adanya SRA, kita berharap anak-anak dapat belajar dengan tenang dan bahagia tanpa rasa takut atau khawatir,” tambah Herlin.
Sekolah Ramah Anak
SRA adalah satuan pendidikan yang memenuhi hak-hak anak, baik fisik, mental, maupun sosial. Sekolah ini menciptakan lingkungan yang aman, nyaman, bersih, dan sehat, serta mendukung perkembangan anak secara holistik.
“Manfaat Sekolah Ramah Anak atau SRA, meningkatkan prestasi belajar. Anak yang merasa aman dan nyaman cenderung lebih fokus dalam belajar. Mengembangkan karakter, lewat SRA menanamkan nilai-nilai positif seperti toleransi, saling menghormati, dan kerjasama. Mencegah kekerasan, dengan menciptakan lingkungan yang positif, kasus kekerasan di sekolah dapat diminimalisir,” terangnya.
Dijelaskannya, langkah-langkah menuju SRA,Pemerintah Provinsi Sumatera Barat telah melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan SRA, antara lain, melakukan sosialisasi secara intensif kepada seluruh stakeholder pendidikan. Menetapkan sekolah-sekolah yang memenuhi kriteria sebagai SRA.
Monitoring dan evaluasi. Melakukan pemantauan dan evaluasi secara berkala untuk memastikan keberlangsungan program.
“Untuk mewujudkan SRA, dibutuhkan kerja sama dari semua pihak, termasuk pemerintah, sekolah, orang tua, dan masyarakat. Setiap pihak memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan belajar yang kondusif bagi anak-anak,” katanya lebih lanjut.
Kepala Cabang Dinas Pendidikan Wilayah VI Provinsi Sumatera Barat Efri Syahputra, menekankan pentingnya sinergi dan kolaborasi multisektoral dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Menurutnya, kekerasan di sekolah tidak hanya berdampak pada korban, namun juga pada lingkungan belajar secara keseluruhan.
“Kekerasan di satuan pendidikan adalah masalah serius yang harus kita atasi bersama. Tidak hanya melibatkan pihak sekolah, tetapi juga pemerintah, keluarga, dan masyarakat,” ujar Efri.
Efri menjelaskan bahwa kekerasan di sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk, mulai dari kekerasan fisik, verbal, hingga seksual. Dampak dari kekerasan ini sangat luas, mulai dari trauma psikologis, penurunan prestasi belajar, hingga putus sekolah.
Untuk mengatasi masalah ini, Efri menyoroti pentingnya peran Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK). “TPPK memiliki peran yang sangat krusial dalam mencegah dan menangani kasus kekerasan di sekolah. Mereka harus bekerja secara proaktif dan responsif terhadap setiap laporan yang masuk,” tegasnya.
Efri juga menekankan pentingnya dukungan emosional dan sosial bagi siswa yang menjadi korban kekerasan. “Korban kekerasan membutuhkan dukungan yang kuat untuk dapat pulih kembali. Oleh karena itu, sinergi antara sekolah, keluarga, dan konselor sangat penting,” tambahnya.
Sementara, DP3AP2KB Sumbar, telah melakukan sosialisasi SRA di sejumlah sekolah. Salah satunya di Pasaman Barat pada 7 November 2024 di Aula DPPKBP3A Pasaman Barat. Jumlah peserta 80 peserta. Setiap sosialisasi menghadirkan narasumber berkompeten di bidangnya. (fan)
Komentar