PADANG, METRO–Kota Padang merupakan kota yang terbuka dan toleran, untuk itu penting menjaga keberagaman di tengah masyarakat.
Pernyataan itu disampaikan Penjabat (Pj) Wali Kota Padang, Andree Algamar saat menghadiri Forum Group Discusion (FGD) pembangunan inklusi sosial dan coaching pengisian kuesioner studi inklusi sosial Indonesia di salah satu hotel di Kota Padang, Kamis (10/10/2024).
“Tidak ada demo yang betul-betul bertumpu pada satu agama, maka melalui diskusi ini kami ingin diskusi dan berkomunikasi untuk menyampaikan kepada semua aspek kehidupan, agar memberikan kehidupan yang layak dan inklusi bagi seluruh masyarakat,” katanya.
Andree Algamar menekankan, melalui FGD ini pihaknya ingin mengumpulkan ide-ide berlian untuk mengumpulkan strategi yang konkrit sehingga menjadikan Kota Padang sebagai kota inklusi.
“Pemko Padang berkomitmen menjadikan Padang sebagai kota inklusi, tentunya banyak menghadapi beberapa isu sosial, seperti disabilitas, kaum marginal dan permasalahan sosial lainnya,” ungkapnya.
Sementara itu, Peneliti Bisnis dan HAM Setara Institute, Nabhan Aiqoni menjelaskan pengelolaan kehidupan yang inklusif merupakan salah satu pilar penting dalam mewujudkan visi Indonesia 2045, yang menargetkan pembangunan masyarakat yang adil, setara, dan dinamis.
“Dalam konteks negara yang memiliki keragaman etnis, agama, dan budaya seperti Indonesia, inklusi sosial menjadi kunci utama untuk memastikan bahwa setiap individu, tanpa memandang latar belakang, memiliki akses yang setara terhadap hak-hak dasar dan kesempatan untuk berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik,” ujarnya.
Dikatakannya, untuk memperoleh gambaran kondisi pembangunan inklusi sosial di Indonesia, Setara Institute dengan dukungan dari INKLUSI yang merupakan platform pembangunan kerja sama Bappenas RI dan Pemerintah Australia sedang melakukan studi pengukuran kondisi inklusi sosial di Indonesia.
“Laporan kondisi inklusi sosial ini diharapkan menjadi salah satu referensi penyusunan RPJMN 2025-2029 dan RPJMD 2025-2029, yang saat ini sedang disusun oleh pemerintah pusat dan oleh pemerintah daerah. Kegiatan FGD ini akan membincang kondisi pembangunan inklusi sosial di sejumlah daerah dan melatih pengisian kuesioner bagi pemerintah daerah yang akan menjadi salah satu sumber data pengukuran,” sebutnya.
FGD ini dihadiri oleh sejumlah kepala OPD, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan pemangku kepentingan lainnya. Kegiatan ini menjadi platform untuk membahas tantangan yang dihadapi oleh kelompok rentan, seperti perempuan, penyandang disabilitas, masyarakat adat, dan minoritas agama, yang masih kesulitan mengakses hak asasi manusia dan layanan publik.
Setara Institute berdiri pada tahun 2005 merupakan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan penelitian dan advokasi terkait demokrasi, kebebasan politik, dan Hak Asasi Manusia (HAM). (brm)