Pertama, dengan memilih komposter atau wadah untuk mengolah kompos. Komposter dapat pula ember itu dilubangi bagian bawahnya. Ember ini lalu diletakkan dengan alas tertentu agar lubang di bagian bawahnya tidak tertutup oleh permukaan tanah atau lantai. Biasanya ini berupa ember dengan keran di bagian bawahnya untuk memanen kompos cair.
Kemudian, menyiapkan sampah hijau dan sampah cokelat. Menurut Dewi, ini merupakan prinsip dasar ini ketika akan membuat kompos. Perlu empat jenis bahan, yaitu karbon (sampah cokelat), nitrogen (sampah hijau), air, dan oksigen.
“Tidak semua sampah organik boleh dimasukkan pada komposter karena akan menghambat atau merugikan proses penguraian di dalam komposter. Jangan memasukkan daging, tulang, minyak, lemak, susu, atau keju, ini akan menghalangi reaksi penguraian di komposter serta menarik hewan-hewan seperti lalat yang menyebabkan munculnya belatung pada proses pengomposan,” ujarnya.
Selanjutnya, campur bahan dan tambahkan activator untuk pengurai, perbandingan ideal sampah cokelat dengan sampah hijau adalah 2:1. Jika bahan sudah siap, campurkan dan masukkan ke dalam komposter.
“Jangan lupa untuk mengaduk seminggu sekali, buka kembali komposter lalu aduk bahan-bahan didalamnya dan ulangi pengadukan setiap minggu. Pada minggu pertama dan kedua, mikroba mulai bekerja menguraikan sampah,” kata dia.
Setelah proses diatas selesai, barulah kompos bisa dipanen. Kompos dikatakan sudah jadi apabila warnanya sudah kehitaman dan tidak tercium lagi bau tak sedap khas sampah.
“Aroma dan tekstur kompos terasa lebih seperti tanah. Jika kompos sudah jadi, pisahkan bagian yang kasar dan halus dengan ayakan dan ambil bagian yang halus. Pupuk kompos yang kasar dapat dicampurkan kembali ke dalam bak pengomposan sebagai activator,” pungkasnya.
Salah seorang peserta, Yeni Yefrita dari Unit Sarana Umum PT Semen Padang, mengapresiasi pelatihan ini. “Sampah rumah tangga yang selama ini terbuang bisa dimanfaatkan. Pelatihan ini sangat bermanfaat,” katanya. (ren/rel)