AIA PACAH, METRO–Kenakalan remaja dalam bentuk tawuran di Kota Padang sudah mencapai kondisi darurat. Anak-anak usia SMA bahkan SMP telah membentuk geng-geng mereka sendiri, merencanakan perkelahian secara terstruktur, sistemik, dan masif.
“Bukti dari hal ini terlihat dari semakin sering dan intensnya tawuran yang terjadi, sementara aparat seperti kepolisian dan Satpol PP Kota Padang sering kewalahan dan kecolongan dalam mengantisipasi hal ini,” kata anggota DPRD Kota Padang Mulyadi Muslim, Senin (16/9).
Wakil rakyat dari Dapil 1 Koto Tangah ini mengatakan, masalah tawuran di Kota Padang nampaknya lebih berbahaya dari masalah sampah dan banjir. Anak-anak yang seharusnya meng gunakan waktunya untuk belajar, berolahraga, dan membekali diri dengan keterampilan untuk masa depan, justru terlibat dalam aksi kekerasan di masyarakat.
“Mereka tidak berkelahi untuk sekadar mengasah kekuatan fisik seperti dalam seni bela diri, melainkan dengan niat melukai bahkan membunuh. Buktinya, mereka menggunakan senjata tajam dan bertindak dengan emosi yang meledak-ledak, seperti yang terjadi dalam kasus tawuran di Aur Duri, Padang Timur, pada 13 September 2024,” kata Sekretaris MUI Kota Padang ini.
Dengan bahaya yang ditimbulkan dari perkelahian anak-anak ini, kata Mulyadi Muslim, ingin mengajak semua pihak untuk bersama-sama merasakan tanggung jawab yang sama. Semua harus mengakui bahwa Kota Padang dalam kondisi darurat tawuran.
“Karena itu, semua pihak harus bergerak bersama untuk mencegah dan memberantasnya. Anak-anak yang terlibat dalam tawuran, baik sebagai pelaku, dalang, maupun korban, adalah anak-anak kita semua. Mereka adalah manusia yang harus dimanusiakan, dan nyawa mereka sangat berharga,” kata alumni LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab).
Secara hukum positif maupun syariat Islam, katanya, anak di bawah umur yang melakukan pelanggaran memang belum bisa dikenai hukuman berat seperti penjara, kecuali dalam rangka edukasi dan pembinaan. Namun, dalam teori hukum, orang tua yang bersangkutan bisa diberi sanksi atau diminta bertanggung jawab.
“Jika saat ini belum ada payung hukum dalam bentuk perda atau perwako, maka inilah langkah pertama yang harus kita kerjakan secara kolektif. Dengan begitu, aparat kepolisian dan Satpol PP memiliki kekuatan hukum yang jelas dalam menangani kasus ini,” kata politisi PKS ini.
Langkah selanjutnya, sebutnya, adalah membentuk Satgas Anti-Tawuran di setiap RT, RW, kelurahan, serta sekolah negeri maupun swasta di Kota Padang. Kita perlu menciptakan gerakan bersama anti-tawuran di setiap sudut kota. Agar gerakan ini tidak sekadar menjadi seremoni, harus ada pejabat di kelurahan yang ditugaskan secara khusus untuk memimpin gerakan ini, dengan anggaran yang dialokasikan secara tepat.
“Dengan demikian, bisa dievaluasi capaian kinerja serta serapan anggarannya. Sebagai motivasi bagi pejabat pemko, mereka yang sukses menjaga daerahnya dari tawuran bisa dipromosikan ke jabatan yang lebih tinggi. Pemerintah Kota Padang juga harus serius dalam penganggaran untuk kegiatan edukasi remaja serta penyediaan fasilitas olahraga dan pengembangan kreativitas,” katanya.
Semua ide sederhana dan taktis di atas adalah solusi di hilir. Namun, di hulunya, tanggung jawab penuh berada di tangan orang tua dan ninik mamak untuk menyelamatkan anak dan kemenakan kita. Bimbing mereka untuk taat beragama, berakhlak mulia, berikan reward dan sanksi, serta tegakkan aturan di rumah tangga dan kaum masing-masing.
Jika kita berani memiliki anak, kita juga harus bertanggung jawab terhadap mereka. Jangan biarkan anak kita menjadi pelaku tawuran, karena itu adalah sebuah kezaliman. Jika sampai ada korban, maka kita sebagai orang tua yang akan menanggung beban. Mari bertindak sebelum terlambat, selamatkan anak kita masing-masing. Jemput dan antar mereka ke sekolah, temani mereka dalam bermain.
“Larang mereka menonton tayangan yang punya nuansa kekerasan dan kriminal dan berikan tindakan rehabilitasi total terhadap anak yang sudah kecanduan berkelahi dengan menggandeng TNI,” katanya. (*)