KHATIB SULAIMAN, METRO–DPRD Sumatera Barat (Sumbar) terus berupaya menyempurnakan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) Kebudayaan tentang pemajuan kebudayaan daerah, cagar budaya dan permuseuman di Sumbar. Ranperda ini terdiri atas 9 Bab dengan 247 butir pasal.
Dalam jumpa pers bersama awak media, Ketua Tim Pembahasan Ranperda dari Komisi V DPRD Sumbar, Hidayat mengatakan bahwa Ranperda tersebut sangat memungkinkan untuk memasukkan nilai-nilai kearifan lokal, yang menjadi kebutuhan daerah.
“Ada tiga indikatornya, pertama kajian yuridis, kedua filosofis, serta sosiologis. Dimana perlu ada penguatan, perlu ada dasar hukum untuk menjadikannya suatu program kegiatan yang belum di akomodir oleh perundang-undangan,” katanya.
Menurutnya, kebudayaan melekat dalam setiap individu dan kelompok bangsa, yang merupakan ekspresi dari kompleksitas kehidupan. Dalam konteks Sumbar, bentuk-bentuk hasil kebudayaan ini dapat ditemukan dalam beragam bentuk, mulai dari warisan budaya yang dihasilkan yang beriringan dengan sejarah.
Dia mencontohkan, kearifan lokal daerah Mentawai tentunya berbeda dengan kearifan lokal dari Kota Padang, dengan adanya Perda ini, nantinya dapat menjaga kearifan lokal tersebut, sehingga Sumbar tidak kehilangan identitasnya sebagai provinsi yang kaya akan budaya.
Selain itu, katanya dengan Perda Budaya ini juga dapat masuk ke satuan-satuan pendidikan baik dasar maupun menengah untuk dapat mengajarkan kepada para siswa bagaimana berperilaku sesuai dengan norma yang berlaku menurut adat atau budaya.
“Kita ingin ada harmonisasi, sinkronisasi dan selaras antara mulok (Muatan lokal) untuk Budi pekerti di tingkat dasar maupun menengah, seperti meningkatkan disiplin, bersih, bertanggung jawab, saling menghargai dan menghormati, dan tahu kato nan ampek, sumbang nan duo baleh,” jelasnya.
Dilanjutkannya, dengan demikian gubernur dapat melakukan konsolidasi dengan masing-masing bupati/walikota di masing-masing daerah dengan dinas pendidikan dan kebudayaan masing-masing untuk membuat kurikulum mulok.
“Fungsi gubernur yang universal adalah melakukan konsolidasi dengan bupati/walikota setiap kabupaten/kota dengan melibatkan dinas pendidikan dan kebudayaan masing-masing untuk mempercepat membuat kurikulum yang berkearifan lokal,” katanya.
Nantinya, sambung Hidayat, akan di sesuaikan dengan potensi kearifan lokal di daerah masing-masing, tentunya setiap daerah memiliki kearifan budaya lokal yang berbeda.
Hakikat perda yakni sebagai sarana penampung kondisi khusus di daerah yang merupakan fungsi perda tidak hanya sebagai penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan nasional, akan tetapi juga sebagai sarana hukum dalam memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
Hidayat juga mengatakan penyusunan naskah akademik ranperda ini telah disesuaikan dengan lampiran 1 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 dan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022.
Naskah akademik tersebut telah melalui kajian mendalam berupa kajian pustaka, pertemuan dengan masyarakat, pelaku budaya, serta Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat dan kabupaten/kota.
Selain itu Hidayat menambahkan, dalam pembahasan dicermati kembali agar teknik penyusunan substansi ranperda dalam bentuk pasal, ayat, dan tabulasi disesuaikan dengan mempedomani aturan-aturan yang ada. (brm)