Ombudsman Perwakilan Sumbar Buka Pengaduan THR

Yefri Heriani Kepala Ombudsman Sumbar

PADANG, METRO–Ombudsman Perwakilan Sumbar, mengimbau Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN) melapor ke posko pengaduan apabila pembayaran THR terlambat atau tidak menerima sama se­kali.

“Kalau ASN biasanya otomatis dibayarkan sesuai tanggal yang ditentukan. Namun, yang sering bermasalah itu tenaga PPNPN,” kata Kepala Ombudsman Sumbar Yefri Heriani.

Menurut Yefri, mes­kipun pembayaran THR bagi PPNPN dan ASN sama-sama bersumber dari anggaran pendapatan belanja negara (APBN), namun secara teknis terdapat perbedaan.

“Untuk beberapa, me­reka ini (PPNPN) pembayaran THR harus dialokasikan oleh unit pelayanan. Namun, ada juga yang pembayarannya cepat,” ujar dia.

Akan tetapi pendiri Wo­men’s Crisis Center Nurani Perempuan tersebut menegaskan yang terpenting ialah bahwa setiap pekerja tidak tetap atau PPNPN, dan tenaga lainnya menyadari memiliki hak untuk mendapatkan THR keagamaan.

Apabila hak tersebut tidak dibayarkan sesuai ketentuan termasuk jumlah nominal yang harus diterima, Ombudsman me­ng­imbau PPNPN berani un­tuk melaporkannya ke posko pengaduan maupun ke Ombudsman.

“Yang terpenting itu masyarakat memiliki kesadaran untuk melapor apabila hak mereka tidak terpenuhi, dan tidak diam saja,” imbaunya.

Yefri mengatakan setiap tahunnya Ombudsman selalu membuka layanan pengaduan terkait dengan pembayaran THR. Namun, khu­sus di Sumbar hingga kini pihaknya masih me­nunggu arahan teknis dari Ombudsman Republik Indonesia.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas menyatakan tenaga honorer tidak mendapatkan THR dan gaji ke-13, kecuali yang telah diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). “Kami sampaikan honorer tidak dapat THR dan gaji Ke-13,” ujar Anas.

Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 Tahun 2024 yang menetapkan ASN menerima pencairan penuh THR dan gaji Ke-13 pada tahun ini.

Minimilasir Laporan THR

Di sisi lain, Ombudsman Perwakilan Sumbar, juga mengingatkan pemerintah daerah, khususnya Dinas Ketenagakerjaan untuk mengawasi pembayaran tunjangan hari raya (THR) sesuai regulasi yang diterbitkan Kementerian Ketenagakerjaan.

“Pertama, untuk pembayaran THR seharusnya mengikuti aturan yang su­dah ditetapkan Kementerian Ketenagakerjaan,” kata Yefri Heriani.

Yefri mengatakan aturan itu merujuk pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.­04/III/2024 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2024 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan yang diterbitkan pada 15 Maret.

Menurut dia, pembayaran THR kerap menjadi persoalan tahunan. Tidak hanya tenaga honorer yang bekerja di instansi pemerintah, namun juga dialami buruh atau pekerja di suatu pabrik.

Untuk meminimalisasi persoalan pembayaran THR keagamaan, Om­bud­s­man Sumbar menyarankan agar Dinas Ketenagakerjaan me­­la­kukan sejumlah langkah. Pertama, mem­­­­buat surat atau pem­be­­ritahuan kepada setiap pim­­pinan perusahaan yang ada di Ranah Minang.

Kedua, sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah, Dinas Ketenagakerjaan ha­rus melakukan pengawa­san ekstra terhadap perusahaan dalam menjalankan kewajibannya. Selanjutnya, dinas terkait didorong untuk membuat posko pengaduan atau saluran pengaduan terkait THR.

Tujuannya, apabila ada buruh atau pekerja yang tidak mendapatkan haknya (THR), bisa langsung mengadu ke posko atau melalui saluran pengaduan yang disiapkan Dinas Kete­naga­kerjaan.

Selain itu, untuk mencegah adanya perusahaan nakal yang tidak menjalankan kewajiban pembayaran THR, Ombdusman me­ng­­ingatkan agar Dinas Ketenagakerjaan menyiapkan petugas khusus yang selalu siaga dan mem­bantu para pengadu.

“Jadi, ketika Menteri Ketenagakerjaan menerbitkan edaran yang isinya THR dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Idul Fitri, Dinas Ketenagakerjaan di daerah juga harus mengeluarkan surat edaran ke setiap perusahaan di daerah,” katanya.

Langkah-langkah tersebut untuk menjamin hak para pekerja dipenuhi oleh pihak yang mempekerjakan. Hal itu tidak hanya berlaku bagi warga Sumbar, namun juga ma­syarakat dari provinsi lain yang bekerja di Ranah Minang. (brm)

Exit mobile version