Hari Raya Idul Adha 1443 H Berbeda,”Tidak Ada yang Salah, yang Penting Saling Menghormati”

Japeri Jarab Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang

THAMRIN, METRO–Pemerintah dan Muhammadiyah tidak serentak dalam menetapkan Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah 1443 Hijriah tahun ini. Pemerintah melalui Kementerian Agama menetapkan Hari Raya Idul Adha jatuh pada Minggu (10/7), sementara Muhammadiyah pada Sabtu (9/7).

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Padang, Japeri Jarab me­ngatakan perbedaan penetapan leba­ran Idul Adha itu sah-sah saja terjadi. Dan siapa yang benar atau salah tidak bisa disebut. Sebab metode yang digunakan masing-masing tidak sama.

“Kita mengimbau kepa­da warga Kota Padang, umat muslim tidak mem­permasalahkan perbedaan yang terjadi serta ikuti se­suai keyakinan sendiri-sen­diri. Ikut pemerintah tidak salah, ikut Muham­madiyah juga tidak salah,” ujar Japeri Jarab, Jumat (1/7).

Keputusan pemerintah menetapkan 10 Juli menjadi Hari Raya Idul Adha di­ambil berdasarkan hasil sidang Isbat penentuan awal bulan Zulhijah 1443 H yang dipimpin langsung Wakil Menteri Agama Zai­nut Tauhid Saadi, Rabu (29/4) malam lalu.

Sidang Isbat meng­ha­silkan ketetapan bahwa hilal tidak terpantau di se­jumlah wilayah peman­tauan. Diketahui,  para pemantau di 86 titik tidak melihat hilal. Dengan dite­tapkannya 1 Zulhijah pada 1 Juli 2022, maka Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah jatuh pada Minggu (10/7).

“Jika pemerintah meli­hat bulan menggunakan alat yang canggih, meli­batkan berbagai pihak se­perti Ormas, Kemenag dan lainnya. Penetapannya di­la­kukan lewat sidang Is­bat,” ungkap Japeri.

Sedangkan untuk Mu­hammadiyah lanjutnya, hitungannya melalui hisab yang juga dalam peneta­pannya melibatkan ber­bagai unsur.

Dimana, keputusan Mu­hammadiyah tersebut ber­dasarkan hasil perhitungan wujudul hilal yang dila­kukan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhamma­diyah.

Keputusan tertuang da­lam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 Tentang Penetapan Hasil Hisab Ra­madhan, Syawal, dan Zul­hijah 1443 Hijriah. Maklu­mat itu ditandatangani Ke­tum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekre­taris PP Muhammadiyah Agung Danarto pada 3 Februari 2022 lalu.

Muhammadiyah juga telah menetapkan Hari Arafah atau 9 Zulhijah 1443 H jatuh pada 8 Juli 2022.

“MUI Kota Padang me­ngikuti apa yang dipu­tus­kan Pemerintah Pusat,” paparnya.

Dengan adanya per­bedaan Hari Raya Adha tahun ini, MUI Kota Pa­dang, meminta kepada seluruh umat muslim untuk saling menghormati satu sama lain soal perbedaan jatuhnya lebaran kurban tersebut.

“Jangan sampai perbe­daan itu membuat kita saling terpecah belah dan tak saling hormati. Hen­daknya saling hormati. Yang ikut Pemerintah ha­rus juga menghormati umat muslim lainnya yang memilih ikut keputusan Muhammadiyah,” imbau Japeri.

“Sekali lagi, perbedaan tersebut sudah semestinya disikapi dengan cara saling menghormati. Hendaknya kita saling menghormati adanya perbedaan itu,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Komisi IV DPRD Padang, Mas­tilizal Aye meminta warga Kota Padang untuk tidak menjadikan perbe­daan penetapan hari Lebaran sebagai suatu masalah besar. Namun ikuti saja sesuai keimanan masing masing. Sebab, hal itu tidak ada paksaan.

“Warga diminta jangan berselisih karena perbe­daan itu. Apa pun kepu­tusan yang ditetapkan pi­hak mana pun pertang­gungjawabannya akan di­minta nanti,” ucap kader Gerindra ini.

Puasa Arafah

Sebelumnya, Ketua MUI Bidang Pendidikan dan Ka­derisasi, KH Ab­dullah Jaidi, menghimbau umat saling menghormati dan menjaga persatuan menyi­kapi per­bedaan jad­wal hari raya Idul Adha 1443 H.

“Ini adalah hal yang biasa terjadi di tengah-tengah kita, tapi jangan sampai perbedaan itu men­jadi sumber perpecahan,” terang Kiai Jaidi di Kantor Kementerian Agama, Ja­karta, Rabu (29/6) petang.

Bagi masyarakat awam, perbedaan ini kemung­kinan akan memunculkan kebingungan. Kiai Jaidi memberikan saran agar masyarakat yang kebi­ngungan bisa merujuk pa­da keputusan hakim.

“Adapun perbedaan pen­dapat yang berpotensi mela­hirkan kebingungan dapat diatasi dengan me­rujuk ke­pada keputusan hakim, da­lam hal ini adalah Kemen­terian Agama, “ ungkapnya.

Jaidi menambahkan, pasca ditetapkannya awal Zulhijah ini, masyarakat bisa memulai menjala­ni­nya dengan berpuasa sun­nah. Puasa sunnah bisa dimulai sejak awal Zulhijah hingga 9 Zulhijah untuk puasa Arafah.

“Tidak adanya lara­ngan bagi saudara-sau­dara kita yang akan berhari raya pada 9 Juli, tetapi marilah saling meng­hor­mati saling meng­hargai di antara kita atas perbedaan ini,” katanya.

Sosok yang beru­lang­kali mewakili MUI dalam sidang isbat ini menga­takan, Idul Adha menjadi momen untuk berlomba-lomba memperbanyak amal kebaikan.

Idul Adha, ujar dia, juga harus menjadi waktu untuk menumbuhkan semangat persatuan dan kesatuan demi membangun kualitas bangsa Indonesia yang lebih baik. (ade)

Exit mobile version