Dugaan Korupsi Modus Pinjaman Fiktif di Kota Padang, Manajer Koperasi Dituntut 2 Tahun Penjara

SIDANG— Suasana sidang kasus dugaan korupsi koperasi dengan terdakwa Elyanda Omaria di Pengadilan Tipikor Padang.

PADANG, METRO–Terdakwa kasus dugaan ko­rupsi dana Koperasi Simpan Pin­jam Pembiayaan Syariah (KSP­PS) BMT Koto Lua, Pauh, Kota Padang, bernama Elyanda Oma­ria dituntut dua tahun pe­n­jara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Selain itu, terdakwa yang merupakan Mantan Manager di koperasi tersebut juga dituntut untuk membayar uang peng­ganti senilai Rp 157 juta subsider satu tahun kurungan. 

“Menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dan membayar uang pengganti Rp 157.288.970 sub­sider satu tahun,” kata JPU Liranda Mardhatillah dan Sandra Ochtarini Cs saat membacakan tuntutan.

Tuntutan dibacakan Jak­sa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Padang saat sidang agenda pembacaan tun­tutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kelas IA Padang, Senin (27/6).

JPU Kejari Padang m­e­nilai, terdakwa Elyanda Omaria terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dakwaan subsidari Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang ten­tang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Hal-hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah mengakibatkan kerugian keuangan negara. Yang meringankan, terdakwa beritikad baik membayar kerugian keuangan negara sebesar Rp 43.907. 430,” kata JPU.

Sementara menanggapi tuntutan tersebut, terdakwa Elyanda Omaria didampingi penasihat hukumnya mengajukan pledoi atau pembelaan secara tertulis. Ketua Majelis Hakim Juanda menunda persidangan.

Sidang akan kembali dilaksanakan Senin (11/7) dengan agenda mendengarkan pembelaan dari Terdakwa Elyanda Omaria.

Seperti diketahui, da­lam kasus ini Kejari Pa­dang menetapkan Manager KS­PPS BMT Kotolua tahun 2010-2019 berinisial EO sebagai tersangka Kamis (9/12). EO ditetapkan tersangka setelah penyidik menemukan dua alat bukti perbuatan melawan hukum.

EO diduga telah meng­gelapkan uang KSPPS BMT Kotolua Kecamatan Pauh senilai Rp 267 juta. Uang tersebut telah digunakan untuk kepentingan pribadi. Namun, tersangka EO belum ditahan penyidik. Se­bab, sesuai Pasal 21 KUHAP, salah satu unsur subjektif dan objektifnya belum terpenuhi.

Tersangka disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, dan Pasal 9 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Pe­nyelidikan kasus dugaan ko­rupsi ini telah dilakukan sejak 18 Januari 2021 lalu setelah Kejari Padang menerima laporan dari ma­syarakat.

Pada tahap penyelidikan ditemukan informasi bahwa pada tahun 2010, KSPPS BMT Kotolua Kecamatan Pauh mendapat da­na hibah Rp 300 juta yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Pa­dang.

Namun sejak tahun 2016, tersangka EO tidak lagi menyetorkan kas KS­PPS ke rekening KSPPS Kotolua Kecamatan Pauh. Penyelidikan lalu dinaikkan ke tingkat penyidikan pada Maret 2021.

Hasil penyidikan ditemukan adanya pencairan pembiayaan fiktif pada tahun 2019-2020 yang dilakukan tersangka EO senilai Rp 324 juta. Pembiayaan fiktif yang dilakukan tersangka EO sebanyak 44 kali. Lalu digunakan untuk kepentingan pribadi pembiayaan dengan cara yang tidak sesuai SOP dan SOM KSPPS.

Sebanyak 22 orang saksi telah diperiksa selama proses penyelidikan. Kejari Padang juga menyita 193 dokumen terkait kasus du­gaan korupsi ini. Hasil audit nilai kerugian negara sebesar Rp 267 juta.

Namun demikian, EO telah mengembalikan kerugian keuangan negara kepada Kejari Padang senilai Rp 43 juta yang diduga berasal dari dana KSPPS BMT Kotolua yang diduga telah dikorupsi. Uang itu diserahkan langsung dengan kesadaran sendiri oleh tersangka ke Kejari Padang.

Usai diterima, uang tersebut langsung dikem­balikan Kejari Padang ke kas negara melalui Bank BNI. Namun demikian, pro­ses hukum tetap berjalan. Pasalnya, pengembalian kerugian negara ini tidak akan menghilangkan tindak pidana. (hen)

Exit mobile version