SUDIRMAN, METRO – Upaya mitigasi dinilai penting untuk dilakukan agar siswa di sekolah memiliki kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana. Pasalnya, ada tiga hal yang perlu dipahami dalam kebencanaan, yakni prabencana, bencana, dan pascabencana.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Sumbar, Burhasman Bur, Senin (8/10). ”Mitigasi bencana itu penting diajarkan pada siswa melalui metode integrasi lebih memungkinkan untuk diterapkan dari pada menjadikannya mata pelajaran tersendiri,” katanya.
Burhasman mengatakan, hal ini terkait wacana memasukkan mitigasi bencana dalam kurikulum sekolah agar terbentuk sebuah generasi sadar bencana dalam 10 hingga 20 tahun ke depan. Sebab, mitigasi pada intinya upaya mengurangi risiko bencana.
”Mitigasi kan upaya mengurangi risiko bencana. Jadi akan lebih tepat dilakukan saat prabencana. Seperti dengan memasukan dalam mata pelajaran, cara latihan, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Burhasman menjelaskan, menjadikan mitigasi bencana sebagai sebuah mata pelajaran tersendiri seperti Budaya Alam Minangkabau (BAM) yang dijadikan muatan lokal akan menghadapi sejumlah kendala.
Di antara kendala itu, menurut Burhasman, adalah alokasi jam pelajaran di sekolah yang telah penuh yaitu 40 jam per minggu. Setidaknya mata pelajaran baru akan butuh dua jam pelajaran seminggu jam belajar siswa otomatis bertambah.
Burhasman menambahkan, bisa juga dengan mengurangi jam untuk pelajaran lain agar mitigasi bencana bisa masuk dan alokasi tetap 40 jam per minggu. Tetapi itu pun belum tentu efektif dan akan muncul persoalan baru yaitu jam sertifikasi guru. ”Karena mata pelajaran baru juga butuh dukungan tenaga guru yang punya kapasitas dan latar belakang ilmu pendidikan,” ulasnya.
Oleh sebab itu, sebut Burhasman, metode integrasi bisa menjadi alternatif yang bisa digunakan dengan menambah pengetahuan guru sejumlah mata pelajaran terkait mitigasi bencana. Pengetahuan itu diintegrasikan dengan mata pelajaran induk guna diajarkan dalam jam yang sama.
”Mata pelajaran yang bisa diintegrasikan diantaranya geografi, agama, biologi, sosiologi, ekonomi, astronomi dan fisika,” katanya lagi.
Sementara, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumbar, Erman Rahman menyebutkan, mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
”Memasukkannya dalam kurikulum merupakan sebuah upaya untuk menciptakan generasi sadar bencana,” katanya.
Pakar gempa dari Universitas Andalas (Unand) Padang, Badrul Mustafa menilai, materi kebencanaan mendesak dimasukan ke dalam kurikulum sekolah, apalagi di Sumbar yang rawan bencana. Menurut Badrul Mustafa, yang perlu dimasukan itu tentang potensi bencana alam yang ada di Sumbar agar siswa bisa memahaminya dengan baik agar bisa melakukan antisipasi atau mitigasi.
Badrul Mustafa memberi contoh sebelum bencana terjadi apa yang harus dipersiapkan siswa di sekolah dan seperti apa respons yang harus dilakukan saat bencana terjadi. Ketika gempa terjadi, katanya, maka siswa bisa merespons dengan baik sehingga tidak mengalami ketakutan. (mil)