Jelang peringatan Gempa 30 September 2015, monumen gempa di depan Taman Melati Padang, dibenahi. Kondisi monumen ini sering terlihat tak terawat, dengan banyaknya sampah serta bau pesing.
PADANG, METRO–”TANAH Minang pernah terguncang di senja gulita, oleh bencana yang tak terduga. Kuingat jerit dan tangis membelah sudut-sudut kota dalam kelam dan duka. Di bumi ini, ribuan anak negeri tiba-tiba pergi ke hadirat Illahi.” Begitulah pesan yang disampaikan mantan Presiden Susilo Bambang Yudoyono melalui puisinya yang tertera di Monumen Korban Gempa 30 September 2009.
Hari ini September sudah datang. Enam tahun lalu, bulan ini menjadi bulan yang menyedihkan oleh warga Kota Padang. Tepatnya, sore sekitar pukul 17.16 WIB, 30 September 2009, gempa berkekuatan 7,6 skala richter mengguncang sejumlah wilayah di Sumbar.
Tak sedikit yang korban akibat bencana besar ini. Korban-korban jiwa berjatuhan. Bangunan-bangunan roboh, runtuh yang hanya tinggal puing. Gempa yang berpusat di lepas pantai Sumbar ini mengakibatkan 1.117 orang tewas yang tersebur di sejumlah wilayah di Sumbar. Korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, dan 78.604 rumah rusak ringan.
Tak terbayangkan kesedihan yang dirasakan masyarakat saat itu. Tapi, yang sudah terjadi biarlah terjadi. Ini akan menjadi sejarah di dunia yang tak akan bisa terlupakan. Untuk tetap mengenangnya, setiap tanggal 30 September masyarakat memeringatinya. Kemudian, didirikan juga monumen korban gempa di Jalan Bundo Kanduang, berdampingan dengan pagar Museum Adityawarman.
Senin (31/8), POSMETRO mengunjungi monumen itu. Akan tetapi, monumen yang seharusnya terlihat indah dan terawat, malah berserakan. Seolah bangunan ini tak terawat. Sampah-sampah dan dedaunan yang mati berserakan di sekitar lokasi itu. Bahkan sesekali menghirup udara, tercium bau pesing.
”Wajar jika lokasi ini tak terurus. Karena saat ini, lokasi tersebut tengah dilakukan pembangunan pagar. Kemudian, taman bundaran di depan monumen juga diperbaki bangunannya. Jadi, sampah-sampah konstruksi berserakan,” ujar Miko (34), salah seorang warga yang sedang melewati kawasan itu.
Dikatakannya, di kawasan itu berbau tidak sedap. Pernah dia melihat pada saat malam, di lokasi itu ada oknum warga yang buang air kecil sembarangan. ”Mungkin di malam hari karena di lokasi itu gelap dan tidak ada penerangan. Jadi orang-orang gunakan itu sebagai tempat buang air,” tuturnya.
Memang di lokasi itu juga terlihat besi-besi untuk pembangunan pagar melintang di halaman monumen. Karung-karung yang berisikan pasir untuk pembangunan juga tersusun di lokasi. Kemudian, ada juga beberapa orang pekerja untuk membangun pagar yang melingkari monumen.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Padang Dian Fakri mengakui hal tersebut. Terkait dengan banyaknya sampah di lokasi itu, dirinya mengaku telah dibersihkan beberapa waktu lalu. Bahkan pembersihan itu dilakukan dengan rutin oleh SKPD terkait.
Kemudian, adanya bau pesing, Dian tak memungkirinya. Hal itu diakuinya karena sedikitnya penerangan di monumen gempa. Sehingga, lokasi itu dijadikan alternatif bagi warga.
”Nanti kita akan pasangi lampu di lokasi itu. Kalau sudah terang, tentunya tidak akan mau orang buang air di sana lagi,” jelasnya. (saridal maijar)
Komentar