Pelindo II Teluk Bayur disebut mengambil alih peran APBMI melakukan bongkar muat di pelabuhan tersebut.
TELUKBAYUR, METRO–Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat Indonesia (APBMI) mengeluhkan aksi monopoli yang dilakukan Pelindo II Teluk Bayur di pelabuhan. Pelindo dinilai mengambil alih sebagian besar kegiatan bongkar muat barang di pelabuhan.
Hal ini diungkapkan anggota APBMI Sumbar yang juga pernah menjabat sebagai anggota DPRD Sumbar, HM Tauhid, Senin (31/8). Selama ini, pengusaha pengusaha bongkar muat lokal ditindas Pelindo. Dari 40 perusahaan bongkar muat, kini hanya tinggal 16 perusahaan. Sementara 24 perusahaan sudah mati suri.
Dalam aksi monopoli ini, PT Pelindo II, menurut Tauhid, sudah melanggar UU No 17 tahun 2008. Karena Pelindo tidak punya izin melakukan kegiatan bongkar muat. Hal ini dikatakan sesuai dengan surat dari Kementerian Perhubungan Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II tertanggal 30 April 2015. Dimana dijelaskan, bahwa PT Pelindo II tidak memiliki izin jasa usaha bongkar muat.
”Kami kecewa dengan pemerintah yang terkesan membiarkan penindasan ini. PT Pelindo mengambil alih kegiatan. Padahal sesuai aturan mereka hanya sebagai fasilitator, tapi sekarang bertindak operator,” ujar Tauhid.
Sekarang, APBMI berharap aparat kepolisian untuk memeriksa manajemen PT Pelindo II termasuk penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan Pelindo, khususnya berdasarkan UU No17 tahun 2008.
Menurut Tahid, jika dibiarkan terus, pengusaha lokal tidak akan bisa hidup. Karena Pelindo memiliki alat-alat yang lengkap. ”Dalam aturannya, Pelindo boleh melakukan bongkat muat, apabila Perusahaan Bongkar Muat tidak ada yang mampu mengerjakan,” ujar Tauhid.
Di pelabuhan, kata Tauhid, Pelindo mengambilalih dermaga 4 dan 7. Bahkan di dermaga 3, Pelindo sengaja memasang jeep cran. Seharusnya alat itu hanya untuk mengantisipasi atau memperlancar kegiatan. Namun, sekarang, Pelindo memberlakukan setiap kapal yang bersandar, dimana 30 persennya harus menggunakan jasa jeep cran milik Pelindo. Hal ini tentunya menambah cost dan membebani pemilik barang.
”Jika tidak, kapal tidak diprioritas untuk sandar. Sebaiknya Pelindo kembalilah pada habitatnya sebagai penyedia sarana dan prasarana di pelabuhan. Bukan memonopoli bongkar muat,” terang Ketua Asosiasi Logistik dan Forwader Indonesia ini.
Dulu, kata dia, tidak ada perbedaaan jenis cargo dalam cost bongkar muat barang. Sekarang, pemilik barang dikenakan biaya tambahan. ”Hal ini telah memberatkan pengguna jasa di Pelabuhan Teluk Bayur. Apakah ini yang diinginkan Pelindo, membunuh pengusaha-pengusaha kecil,” ujarnya.
Sementara, untuk lama sandar kapal di pelabuhan sudah mencapai 15 hari. Hal ini disebabkan karena sebagian besar dermaga, khususnya dermaga 4 sampai 7 tak bisa digunakan untuk umum.
GM PT Pelindo II Teluk Bayur Mulyadi saat dihubungi sekitar pukul 16.30 WIB sore, di nomor handphone 081210390xx belum bisa dihubungi. Sementara Kepala Bagian Humas PT Pelindo Teluk Bayir, Harri Hartadi juga menolak berkomentar. ”Ini menyangkut kebijakan strategis. Saya konfirmasi dulu ke GM,” ujarnya singkat. (tin)