Pesan Andre Rosiade untuk Wako Mahyeldi. Jangan Biarkan Maksiat Merajai Kota Padang

LUBEG, METRO – Hampir setiap pekan, belasan hingga puluhan wanita malam, baik pekerja kafe, karaoke, artis organ, hingga disc jockey (DJ) wanita diamankan petugas dari berbagai tempat hiburan di Kota Padang. Hal ini semakin menegaskan Kota Padang belum mendekat terhadap apa yang dicita-citakan, menjadi masyarakat yang religius.
Tokoh muda Minang yang saat ini merintis karir di kancah perpolitikan nasional Andre Rosiade menyayangkan hal ini. Dia berharap, Pemko Padang – terutama Wali Kota Padang kembali “turun” ke gelanggang untuk memberantas maksiat atau penyakit masyarakat (pekat) itu. Kalau perlu, wako turut serta dalam razia yang dilakukan petugas.
”Kami melihat razia itu kebanyakan digelar di pondok baremoh yang lokasinya di pinggir kota saja, seperti di Gates, Bungus dan Pasie Nan Tigo. Masalahnya sekarang adalah, maksiat itu sudah ada di pusat-pusat kota, dan seperti terbiarkan. Mobil berisi PSK di sekitar Taman Melati, serta masih banyak kafe, hotel dan wisma penyedia tempat maksiat. Parahnya, usai dirazia, mereka datang lagi,” sebut wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra ini.
Andre menyebut, sebagai wali kota yang dulunya seorang ulama atau penceramah, seharusnya maksiat Kota Padang menjadi fokus utama yang diberantas Mahyeldi Ansharullah. Jangan hanya berkoar-koar atau berceramah di mimbar saja, tapi harus turun langsung meninjau dan memberantas. Karena, warga Padang sudah amat resah dengan masalah ini.
”Dulu memang, beliau seorang dai, yang bisa berbicara dari mimbar saja. Sekarang, seorang pemimpin kota, yang harus memberantas maksiat. Harus ber-amal ma’ruf nahi munkar. Tegakkan kebenaran, dan berantas kebatilan. Sudah saatnya Pak Mahyeldi melakukan nahi munkar ini secara langsung,” sebut Andre yang juga pengurus PSSI pusat ini.
Menurut Andre, menjamurnya pekerja seks komersial (PSK) dan wanita pekerja kafe dan karaoke di Kota Padang, ternyata tidaklah berasal dari dalam kota atau dari Sumbar. Melainkan dari luar, bahkan banyak yang dari Jawa Barat dan Jakarta. Tentunya, hal ini harus jadi warning, kalau Padang dijadikan tempat tujuan bagi para pekerja prostitusi untuk beroperasi.
”Mungkin saja karena di Jawa banyak tempat prostitusi yang ditutup, mereka datang ke Sumbar, khususnya Kota Padang. Karena, di sini banyak tempat hiburan yang tumbuhnya seperti jamur di musim hujan. Banyak sekali, dan apakah semua berizin, belum lagi peredaran Miras yang kita tidak pernah tahu. Kalau semua berizin, tentu jumlahnya sudah terlalu banyak atau kebablasan,” sebut alumni SMAN 2 Padang ini.
Andre juga mendesak, Wako Mahyeldi menugaskan OPD yang ada di Kota Padang, untuk kembali memeriksa izin setiap tempat hiburan malam. Kalau tidak berizin dan tetap beroperasi, segel saja. Jika perlu seret pemiliknya ke ranah hukum. Kalau tidak, tentu jumlahnya terus bertambah, dan para pekerja wanita dari luar juga akan terus menyerbu Padang.
”Bulan lalu saya dengar sudah ada yang disegel Pol PP, tapi sekarang dibiarkan lagi. Ini tandanya pemimpin tidak tegas dalam menyelesaikan persoalan. Kalau sudah disegel, ya disegel. Jangan lagi dibiarkan buka, apalagi membuka peluang berjualan miras dan menyediakan pendamping tamu wanita,” sebut Andre.
Terakhir, Andre menyebutkan, kritikan yang dilontarkanya akhir-akhir ini, tidak ada hubungan dengan Pilkada Padang 2018 mendatang. Karena, dia tidak akan maju dan lebih memilih fokus sebagai pengurus DPP Gerindra pusat. Dia menyebut, kritikannya, karena merasa turut sebagai pendukung kampanye pasangan Mahyeldi-Emzalmi pada Pilkada 2013.
”Sudah tiga tahun saya bersabar dan memantau apa yang dilakukan Mahyeldi sebagai wali kota. Sekarang, sebagai rasa tanggung jawab orang Padang, saya ingin Kota Padang segera jauh dari persoalan maksiat. Jangan ada lagi ajang-ajang maksiat yang seperti ‘difasilitasi’ di Kota Padang ini,” sebut mantan Presiden BEM Universitas Trisakti Jakarta ini. (cr8)

Exit mobile version