Gerbang pintu masuk menjelang objek wisata Gunung Padang.
PURUS, METRO–Meski telah menetapkan sektor wisata sebagai potensi unggulan, namun arah pembenahan pariwisata Kota Padang belum terlihat jelas. Hingga ini wisata di Padang masih sekadar wacana dan konsep di atas kertas.
Bahkan konsep itu pun tak jelas. Apalagi setiap terjadi pertukaran kepala daerah konsep wisata Kota Padang itu pun berobah dan anggarannya pun cukup besar.
Akibatnya, sejumlah warga berpendapat bahwa konsep pengembangan wisata Kota Padang tidak pernah matang dan cenderung berubah-ubah seiring dengan pergantian pemimpin kota.
Di zaman Wali Kota Zuiyen Rais, konsep wisata Kota Padang ditangani dengan konsep berbeda dengan nama Tourism Development Corporation (TDC). Sementara di era pemerintah Fauzi Bahar konsepnya kembali berubah dengan nama Padang Bay City.
Konsep ini berwujud reklamasi Pantai Padang dan membuat kawasan wisata bahari dengan menimbun bibir pantai yang dijadikan kawasan olahraga seperti lintasan F1. Bahkan konsep ini juga disejalankan dengan pembangunan terowongan bawah tanah yang menghubungkan Bungus dengan kawasan pusat kota.
Dan, sekarang, Mahyeldi mengusung konsep KWT (Kawasan Wisata Terpadu). Konsep ini menggabungkan lima lokasi wisata di sepanjang pantai menjadi satu koridor, yakni Pantai Padang- Kota Tua (Heritage City)-Batang Arau-Gunung Padang-Pantai Aiamanih.
”Kalau saya melihat, ganti kepala daerah, ganti pula programnya. Pemko Padang plintat-plintut dan tidak pernah konsisten dengan program jangka panjang,” ujar pengusaha tour and travel, Arief, Selasa (25/8).
Seharusnya, kata dia, Bappeda sebagai perencana pembangunan daerah harus bisa mensinergikan program-program yang lama dengan program wali kota baru. Sehingga jika berbeda konsep, tidak akan terlalu mencolok.
Akibatnya, kata dia, banyak program mentok di tengah jalan. Ketika masa jabatan habis, program yang lama akan terhenti. Yang dirugikan adalah warga, sektor wisata stagnan, jalan di tempat dan tak maju-maju,” katanya.
Sementara wisata di daerah lain, kata dia sudah sangat maju. Sementara, Padang sudah sangat ketinggalan. ”Kota Padang sudah tertinggal. Contoh saja Bukittinggi, yang selalu ramai dikunjungi wisatawan. Kota Pariaman pun terus berbenah dengan wisata pulaunya, ” ujar pengusaha ini.
Hal senada juga disampaikan Iwan Setiawan. Pemilik arena permainan di salah satu objek wisata ini mengaku, tingkat kunjungan wisatawan ke Padang belum ada peningkatan signifikan. Hal ini disebabkan karena belum ada pembenahan yang bisa menarik minat orang datang ke Kota Padang. ”Kita lihat dari tahun ke tahun seperti ini. Tidak ada perubahan,” sebut Iwan.
Kepala Bappeda Kota Padang Hervan Bahar mengakui, bahwa memang terjadi perubahan format pada pengembangan wisata di Kota Padang di setiap pergantian wali kota. Terutama dari zaman Fauzi Bahar dan Mahyeldi. Namun objeknya masih tetap sama.
”Bungkus berbeda, objeknya tetap sama,” ujar Hervan.
Dia menjelaskan, dulu Padang By City membutuhkan investasi yang besar karena terkait reklamasi pantai. Program ini juga sejalan dengan pembangunan terowongan.
”Sampai sekarang pembangunan terowongan belum terwujud. Apalagi ada pertimbangan dari para ahli, hempasan gelombang di perairan Pantai Padang cukup besar. Sehingga membutuhkan investasi besar untuk reklamasi pantai,” ujar Hervan.
Jika proyek besar itu tetap ditunggu terus, maka pengembangan wisata Padang tidak akan pernah jalan alias stagnan.
Makanya, wali kota saat ini mencoba merampingkan program tersebut dengan konsep Kawasan Wisata Terpadu (KWT). Konsep ini, sejalan dengan penyelesaian jalan pantai barat. Mulai dari jalan samping Hotel Pangeran hingga Muaro. Kemudian, pengunjung bisa naik ke jembatan Siti Nurbaya.
”Kawasan Pantai Padang, kota lama, Gunung Padang, Batang Arau, Pantai Aia Manih menjadi satu konsep KWT. Jadi sambil jalan para wisatawan bisa melihat langsung keindahan kelima lokasi ini. Dalam lima tahun ke depan, kita akan benahi kawasan ini secara bertahap,” ujar Hervan. (tin)