SUDIRMAN, METRO – Hingga saat ini, dalam pengawasan yang dilakukan Polda Sumbar terkait peredaran tembakau Cap Gorila (cap Sun Go kong atau cap Hanoman) yang masuk dalam dalam narkotika golongan 1 berdasarkan Permenkes No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika, belum ditemukan di Sumatera Barat.
Direktur Reserse Narkoba Polda Sumbar, Kombes Pol Kumbul KS mengatakan sejak adanya peraturan menteri tersebut, Polda Sumbar dan jajaran langsung melakukan pengawasan dan pengecekan di lapangan untuk memastikan ada atau tidaknya tembakau gorila di Sumatera Barat.
”Kita belum temukan. Tapi tidak menutup kemungkinan jenis tembakau yang masuk dalam narkotika golongan 1 itu beredar di tengah masyarakat. Untuk mengantisipasi peredarannya, kita akan terus melakukan pengawasan secara intens agar sumbar benar-benar terbebas dari tembakau gorila ini,” kata Kumbul KS kepada wartawan, Selasa (31/1).
Kumbul KS menjelaskan, tembakau Cap Gorilla ini merupakan jenis narkoba baru muncul dan memang memiliki efek berbahaya terhadap kesehatan. Jika digunakan, penggunanya akan merasakan kaku pada bagian tubuhnya dan sulit untuk menggerakkan tubuhnya serta membuat tubuh gemetaran.
”Penggunanya seperti tertimpa gorila sehingga diberi nama tembakau Cap Gorila. Selain itu efek yang ditimbulkan bisa berupa halusinasi, rasa senang berlebihan dan pastinya akan ketergantungan layaknya narkoba pada umimnya. Bahkan pada beberapa orang yang tidak kuat menahan efeknya akan mengalami muntah-muntah hingga black out,” jelas Kumbul KS.
Selain itu, Kumbul menambahkan, sebelumnya, selama kurang lebih satu tahun lalu, peredaran Tembakau Gorilla ini boleh dikatakan bebas. Karena belum ada hukum yang mengaturnya. Namun sejak tanggal 9 Januari lalu, pemerintah melalui Kementerian Kesehatan mengeluarkan peraturan baru yakni Permenkes No. 2 tahun 2017 tentang Perubahan Penggolongan Narkotika.
”Dalam peraturan menteri itu, dijelaskan bahwa tembakau gorilla masuk dalam daftar Narkotika Golongan 1, di mana zat-zat yang termasuk dalam Golongan 1 ini hanya boleh digunakan untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian, para pengguna atau pengedar Tembakau Gorilla dapat dikenai sanksi pidana sesuai UU Narkotika No. 35 tahun 2009,” turur Kumbul KS.
Kumbul KS mengungkapkan, zat yang terkandung dalam tembakau itu sama dengan zat yang terkandung dalam ganja sintetis. Tembakau gorila sebenarnya hanya tembakau biasa yang diberi zat kimia sintetis berupa zat Ab- Chminaga yang diambil dari tanaman Wildagga (ekor singa). Zat itulah yang kemudian diekstrak ke dalam tembakau sehinga menghasilkan efek yang berbahaya.
“Untuk penjualan tembakau cap gorila ini biasanya harganya lebih murah dibandingkan dengan narkotika jenis ganja atau jenis narkoba lainnya. Karena harganya yang murah, sehingga perlu pengawasan yang ketat agar tembakau jenis ini tidak dikonsumsi bebas oleh masyarakat di Sumatera Barat ini,” kata Kumbul.
Selain itu, Kumbul KS menuturkan tembakau gorila ini baru ditemukan di daerah Jawa, Kalimantan, Bali dan Nusa Tenggara Timur. Untuk Sumbar sejauh ini belum terlihat adanya tembakau jenis ini. Untuk itu, pihaknya telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait tembakau ini. Dengan tujuan supaya masyarakat dapat mengenali ciri-ciri dari narkotika tersebut, sehingga tidak terjerumus pada penyalahgunaan narkotika tersebut.
“Untuk tahap awal ini, Kami masih terus melakukan pencegahan dan antisipasi peredaran narkotika jenis tembakau gorila ini, dengan melakukan sosialisi yang dilakukan secara berkelanjutan. Kita akan datangi sekolah-sekolah, masyarakat untuk memeberikan pemahaman tentang bahaya dari tembakau gorila ini,” ungkap Kumbul.
Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Sumatera Barat, Kombes Pol Bambang Heru Wismoyo mengatakan dengan ditemukannya peredaran tembakau gorila di provinsi lain, diharapkan btembakau jenis Cap Gorila ini tidak masuk ke Provinsi Sumbar dengan terus melakukan pengawasan dan sosialisasi kepada masyarakat agar tidak mencoba-coba menggunakan.
“Tembakau gorilla ini nyatanya mengandung ganja sintetis yaitu 5-fluoro ADB. Zat ini tercantum dalam daftar narkotika Golongan 1 nomor 95. 5-fluoro ADB, atau dikenal juga sebagai 5F-MDMB Pinaca, merupakan Cannabinoid sintetik yang digunakan sebagai bahan aktif pembuatan ganja sintetik.
Zat ini dianggap berbahaya setelah munculnya 10 kasus kematian di Jepang, di mana para korban mengalami asfiksia (kekurangan oksigen dalam tubuh dan peningkatan akumulasi karbondioksida) akibat menghisap rokok dengan campuran bahan herbal yang mengandung zat baru Cannabinoid sintetik. Apalagi tembakau ini membuat penggunanya ketergantungan,” katanya.
Kombes Pol Bambang menyebutkan sejauh ini tembakau jenis ini memang belum ditemukan di Sumatera Barat, namun pihaknya bersama dengan kepolisian akan terus melakukan pemantauan dan pengawasan ke seluruh wilayah Sumbar agar tidak ada beredar tembakau tersebut.
”Tembakau ini telah digolongkan menjadi narkotika golongan I sehingga setiap orang yang sengaja menyimpan, menggunakan akan dijerat dengan undang-undang nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika dan akan dilakukan penegakan hukum,” pungkasnya. (rg)