JAKARTA, METRO – Mantan Ketua DPD RI Irman Gusman menyatakan menghormati vonis empat tahun enam bulan penjara yang diterimanya dari majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Usai mendengarkan vonis, Irman meminta maaf atas kesalahan yang diperbuat dan berharap kasus ini dapat dijadikan pelajaran.
”Yang penting bagaimana kita mendefinisikan persoalan korupsi ini dengan baik karena ini menyangkut soal kultur, perlu pendidikan yang baik dan setiap manusia itu kan tidak mungkin tidak ada yang salah,” kata Irman di depan ruang sidang Kusumah Atmadja I, PN Tipikor Jakarta Pusat, Senin (20/2).
Yang lebih penting, katanya, bagaimana kita ke depannya lebih baik lagi dan saat ini. ”Saya juga mohon maaf kalau ada yang salah dan mudah-mudahan semuanya bisa menjadi pembelajaran bagi saya,” imbuhnya sambil menunduk.
Irman mengaku bahwa putusan yang diterimanya hari ini tentu tidak sesuai ekspektasinya. Namun, menurut Irman, pihaknya belum menentukan sikap apakah akan mengajukan banding atas vonis hakim.
”Tentu pertama terima kasih persidangan ini berjalan lancar, putusan ini tentu berat untuk saya tapi yang penting bagaimana kita mendefinisikan persoalan korupsi ini dengan baik,” kata Irman.
Termasuk, atas pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama tiga tahun setelah pidana pokok selesai. ”Ya ini sudah putusan, kita hormati saja, ya,” ujar Irman.
Majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan pidana penjara selama empat tahun dan enam bulan kepada mantan Ketua DPD RI Irman Gusman. Irman dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp100 juta dari pengusaha Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi.
”Menyatakan terdakwa Irman Gusman terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama,” kata Ketua Majelis Hakim Nawawi Pamulango saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/2).
Selain hukuman badan, Irman juga dituntut membayar denda sebesar Rp200 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
Vonis itu lebih ringan dua tahun enam bulan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi yang menuntut Irman dengan pidana tujuh tahun penjara dan denda sebesar Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan.
Selain itu, hakim menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik kepada Irman selama tiga tahun setelah pidana pokok selesai. Irman dinyatakan terbukti melanggar Pasal 12 huruf b UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor.
Dalam menjatuhkan vonis, majelis hakim memiliki pertimbangan yang memberatkan dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan, perbuatan Irman dinilai telah menciderai amanat yang diberikan sebagai ketua DPD RI, tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme, dan tidak mengakui terus terang perbuatannya.
”Hal-hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, menyesali secara mendalam perbuatannya, dan memiliki tanggungan keluarga,” kata Hakim Nawawi.
Irman dinyatakan terbukti menerima suap sebesar Rp100 juta dari Direktur CV Semesta Berjaya, Xaveriandy Sutanto dan istrinya Memi. Hakim Ansyori Saifuddin mengatakan, saat petugas KPK mendatanginya di rumah dinas pada 16 September 2016, awalnya Irman mengaku tidak mengetahui isi bungkusan yang dibawa Memi.
Namun, Sutanto mengakui memberikan bungkusan. Irman kemudian menyuruh istrinya mengambil barang di lantai atas rumahnya.
”Bahwa menurut ahli jika ada deal dapat dikategorikan sbg suap. Tapi bila tidak deal, maka dapat dikategorikan sebagai gratifikasi. Majelis berkesimpulan Irman sebagai ketua DPD RI menerima hadiah uang Rp100 juta di rumah terdakwa. Majelis berpendapat unsur menerima hadiah telah terpenuhi,” kata Hakim Ansyori.
Suap diberikan karena Irman membantu pengurusan distribusi kuota gula impor di wilayah Sumatra Barat.
Irman kemudian menghubungi Dirut Bulog Djarot Kusumayakti agar Bulog menyuplai gula ke wilayah Sumatera Barat melalui Divre Bulog Sumbar. Irman merekomendasikan Memi sebagai pihak yang dipercaya untuk mendistribusikan gula. Lantaran jabatan Irman sebagai ketua DPD, maka Djarot menyanggupinya.
”Perbuatan Irman yang seharusnya menerima aspirasi masyarakat telah memengaruhi Djarot Kusumayakti. Lalu menerima uang Rp100 juta. Perbuatan itu secara nyata bertentangan dengan tugas dan kewajibannya. Unsur melakukan atau tidak melajukan dalam jabatan yang bertentangan dengan kewajibannya telah terpenuhi,” papar Hakim Ansyori.
Atas vonis itu, Irman Gusman menyatakan pikir-pikir apakah akan mengajukan banding atau tidak. Senada, JPU KPK Lie Setyawan juga menyakan pikir-pikir. “Saya konsultasi dengan penasehat hukum. Terima kasih atas putusan Yang Mulia. Kami butuh berpikir-pikir, Yang Mulia, mudah-mudahan dalam waktu yang dekat kami bisa putuskan,” kata Irman. (put/jpg)