MoU Bupati Dharmasraya—Kejari Dikritik; ”Bukan Solusi Pencegahan Korupsi”

Suparman
DHARMASRAYA, METRO–Penandatanganan naskah Memorandum of Standing (MoU) yang dilakukan langsung oleh Bupati Dharmasraya Sutan Riska Tuanku Kerajaan bersama Kepala Kejaksaan Negri (Kajari) Harjo SH di Aula Kantor Bupati setempat, Kamis (23/6) dikritik Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jasa Konstruksi (LBH-JK), sebagai salah seorang tokoh anti korupsi yang berkiprah nasional, Ir Suparman. MoU itu dianggap tidak tepat walau menindaklanjuti Inpres Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi dan Pencegahan Korupsi.
”Posisi kejari adalah dalam bentuk pengawasan dan konsultasi. Kejaksaan itu memang tempat konsultasi pemerintah dalam hukum sebagai pengacara negara. Memang tugas dia. Tidak perlu ada Mou segala. Kalau Tim Pengawas dan Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D) adalah bentuk konsultasi yang dilakukan oleh pemda dg kejari setempat, itu boleh-boleh saja. Dengan catatan jangan sampai kejari dijadikan tameng oleh pemda melalui Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) atau Pengguna Anggaran atau Pokja sehingga mereka merasa dibeking oleh kejaksaan,” ungkap Suparman.
Dalam hal MoU bupati dengan kejaksaan Dharmasraya ini perlu dipertanyakan kembali. Apa maksud dan tujuannya. Kalau naskah MoU ini tidak diumumkan ke masyarakat akan berdampak buruk pada Kejari. Kejari akan menjadi tameng oleh Pemda dan jajarannya. Sehingga mereka berbuat dengan pola bermacam seolah-olah dibenarkan.
Menurut Suparman, Kejari ini harus tahu modus-modus penyimpangan yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa. Kejari harus menguasai itu. “Kalau dia tak menguasai maka ada indikasi Kejari akan menjadi pengaman di Pemda. Bisa-bisa Kejari terlibat di situ.
Penyimpangan dimulai dari pembentukan dokumen lelang dan pembentukan panitia lelang. Panitia lelang ada hubungan dengan Kadis. Bisa saja dengan keluarganya, saudaranya atau koleganya. Itu tidak boleh terjadi,” katanya.
Korupsi tersebut didesain sedemikian rupa dimulai dari dokumen lelang. Apakah Kejari tahu dan mengerti tentang itu. Sedangkan di dokumen lelang tersebut sudah diatur dalam Keppres dan turunannya dan Undang-Undang jasa konstruksi. Bahwa pelelangan itu ronya adalah efisiensi. Efisiensi adalah anggaran.
”Sekarang ini yang terjadi modus operandi korupsi sekarang sudah mengarah seperti itu, lelang ulang. Ada beberapa daerah memang, melakukan seolah-olah melakukan kerjasama dengan kejaksaan dalam bentuk pengawasan. Sehingga nanti dibenarkan oleh kejaksaan.  Kejaksaan itu bukan lembaga pembenaran dalam bentuk pengadaan barang dan jasa.
Jangan sampai salah. Di sana banyak hukum yang melekat. Di antaranya UU No 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, di bawah lembaga KPPU, UU Jasa Konstruksi , Peraturan Presiden, Keputusan Presiden dsb. Dan juga sudah ada undang-undang  Lembaga Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang mengatur tentang pengadaan barang dan jasa,” ucap Suparman.
Bupati harus belajar hukum. Atau Bupati harus memakai tenaga ahli hukum dilingkungannya. Jangan sampai ada statement Bupati yang mengatakan  “Dengan adanya TP4D ini, inisiasi pelaksanaan kegiatan dapat dilakukan lebih baik, tanpa harus takut melanggar hukum. Sehingga pelayanan publik tidak terganggu.  MoU ini tidak boleh menjadi alat pengaman. Seharusnya pelaksanaan kegiatan harus takut melanggar hukum dan menerapkan aturan hukum yang benar.
Bukannya malah tidak takut melanggar hukum .Ini salah. Bupati yang anak muda ini harus hati-hati. Jangan Bupati terayun dengan orang-orang dilingkupnya yang memberikan petunjuk-petunjuk yang salah. Ini Negara hukum dan hukum adalah produk politik. Bupati muda ini harus mengganti pejabat-pejabat lama yang otaknya korupsi dan sudah pintar menilap uang negara,” lanjut Suparman.
Menurut Suparman, kalau MoU mengacu pada Inpres Nomor 7 Tahun 2015, dinilainya rancu. Presiden tidak mengamanahkan untuk membuat MoU. Pencegahan korupsi tidak bisa dilakukan dengan MoU. Tapi lakukanlah secara tranparan. Ikutin aturan sesederhana mungkin. Kalau tujuan MoU Bupati Dharmasraya ini adalah untuk mempercepat pembangunan, adalah dengan cara meringkas proses pelelangan jangan bertele-tele.  ”Proses pelelangan diulang-ulang akan memperlambat. Jika tujuan MoU ini untuk pengawasan dan konsultasi  tak perlu ada MoU,” katanya. (pl1)

Exit mobile version