Kasus IAIN Berpeluang di SP3

PADANG, METRO–Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sumbar Widodo memberikan sinyal penghentian penyidikan kasus dugaan korupsi pengadaan tanah untuk pembangunan kampus III IAIN Imam Bonjol Padang. Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) bisa keluar jika penyidikan yang dilakukan jaksa tumpul, atau audit dari BPK yang kini sedang berjalan, tidak menemukan adanya kerugian negara.

Hal itu diungkapkan Kajati, Selasa (23/2) siang. “Kalau dalam kasus tidak kita temukan kerugian negara setelah melakukan penyelidikan, kita akan langsung SP3. Tapi, itu tidak selamanya. Kalau ada bukti baru akan dibuka lagi. Tapi, jika terbukti, tetap jalan untuk kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Padang,” sebut Kajati.

Kajati Sumbar Widodo menyebutkan, sekarang petugas hanya bisa menunggu hasil audit BPK. “Kalau audit tuntas, baru penyidik akan melakukan tahapan demi tahapan, termasuk merampungkan berkasnya untuk disusun menjadi dakwaan,” kata Kajati, Selasa (23/2).

Sebelumnya, berbulan-bulan jadi tersangka, dua tokoh Sumbar yang terseret kasus dugaan korupsi dana pengadaan lahan pembangunan Kampus IAIN Imam Bonjol III di Aiebangek, Padang, masih bebas dan menjalankan rutinitas. Tersangka SLM yang merupakan pejabat penting IAIN Imam Bonjol masih aktif di kampus. Begitu juga ESP, masih melaksanakan kegiatan kenotarisan. Jaksa main aman. Tidak menahan keduanya dengan berbagai dalih.

Tidak ditahannya kedua tersangka, karena penyidik menganggap keduanya kooperatif. Berpijak Pasal 21 ayat (1) KUHAP, perintah penahanan dilakukan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Jaksa belum melihat gelagat keduanya yang akan menghilangkan bukti.

Asisten Pidana Khusus Kejati Sumbar Dwi Samudji mengatakan, soal penahanan adalah kewenangan penyidik. “Untuk penahanan tersangka itu kami melihat pemrosesan yang dilakukan penyidik terlebih dahulu. Jika nanti dinilai perlu, segera ditahan,” tegas Dwi Samudji.

Ia mengatakan, penahanan tersangka perlu mempertimbangkan strategi penyidikan yang dilakukan penyidik. Salah satunya mengingat masa penahanan. Dwi menjelaskan, pihak penyidik telah memeriksa tersangka sejak awal ditetapkan.

Sejauh ini, penyidik telah memeriksa sebanyak 40 saksi dalam kasus ini. “Kasusnya masih terus berlanjut dan hingga saat ini tim penyidik pidana khusus masih terus mendalaminya,” kata Kasi Penerangan Hukum Kejati Sumbar Ikwan Ratsudi.

Para saksi itu, katanya, berasal dari berbagai pihak. Mulai dari pihak kampus IAIN sendiri, atau pun rekanan pengadaan. “Pokoknya semua yang terlibat dengan pembebasan lahan kami periksa sebagai saksi,” katanya.

Tentang tersangka, ia mengatakan masih berjumlah dua orang yaitu wakil rektor sebagai pejabat penanggung jawab dengan inisial SLM, dan notaris berinisial ESP yang ditetapkan pada pertengahan Juli 2015. “Keduanya telah pernah diperiksa dalam statusnya sebagai tersangka. Hingga saat ini tersangka belum ditahan,” jelasnya.

Ia menyebutkan ada kemungkinan munculnya nama baru sebagai tersangka dalam perkara itu. “Dari pengembangan pemerosesan kasusnya, memang ada peluang bertambahnya tersangka, bisa dari kampus atau pun rekanan. Tapi itu nanti, sesuai hasil pemerosesan penyidik,” sebut Ikhwan.

Sebelumnya, perkara itu adalah dugaan korupsi dalam pengadaan tanah kampus III IAIN IB Padang, di Sungai Bangek, Kecamatan Kototangah, Kota Padang dengan luas 60 hektare.

Terdapat beberapa permasalahan dalam pembebasan tanah itu, di antaranya ada tanah fiktif namun dibayarkan, serta uang ada namun dikerucutkan dari harga yang sebenarnya. “Pengadaan tanah itu disinyalir sarat dengan kongkalikong. Dari 60 hektare tanah yang bersertifikat hanya 40 hektare,” kata Ikhwan.

Proyek tersebut memiliki jumlah anggaran sebesar Rp38 miliar, bersumber dari dana Surat Berharga Syariah Negara (SBSN). Berdasarkan perhitungan penyidik sementara kasus itu merugikan keuangan negara sekitar Rp15 miliar. (h)

Exit mobile version