Pembangkit Listrik Non PLN Wajib Miliki SLO

PADANG, METRO–Perusahaan dan industri yang menggunakan pembangkit listrik non PLN lainnya, tidak bisa seenaknya lagi beroperasi. Pasalnya, bagi pembangkit listrik non PLN wajib memiliki Sertifikat Laik Operasi (SLO). Jika tidak, perusahaan akan dapat diberikan sanksi pidana.
Kepala Kepala Bidang Ketenagalistrikan Dinas ESDM Sumbar, Herry Martinus mengatakan, saat ini sangat banyak pengoperasian tenaga listik non PLN di Sumbar yang belum bersertifikat. Baik itu perusahaan, rumah sakit, hotel, industri dan lembaga lainnya. Akan tetapi, jumlahnya belum terdata.
Padahal katanya, sesuai dengan Undang-undang no 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan, setiap orang yang mengoperasikan instalasi tenaga listrik tanpa SLO, dapat dipidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta. Ini artinya, setiap pembangkit listrik non PLN wajib memiliki sertifikat ini.
“Memang tidak kita pungkiri. Banyak perusahaan yang jauh dari jangkauan PLN, sehingga mereka menggunakan genset untuk pembangkit listrik. Kemudian, untuk yang membutuhkan listrik secara kontinu, maka mereka menggunakan ginset ini sebagai cadangan untuk menanggulangi kebutuhan mereka. Apalagi, PLN yang sering melakukan pemadaman bergilir,” sebutnya usai bintek perizinan usaha ketenagalistrikan, kemarin.
Dijelaskannya, untuk pengoperasian pembangkit listrik ini, maka perlu diadakan standar kelaikan pembakit listrik tersebut. Begitu juga dengan standar keahlian teknisi dalam pengoperasian ini. Dalam hal ini, maka pihaknya menggandeng lembaga sertifikasi kompetensi tenaga teknik ketenagalistrikan dan lembaga inspeksi teknik terakreditrasi.
Menurutnya, sertifikasi tersebut dilakukan untuk menghindari bahaya bagi masyarakat dan lingkungan hidup. Untuk itu, setiap kegiatan usaha penyediaan dan pemanfaatan tenaga listrik wajib memenuhi ketentuan keselamatan yang diatur dalam Undang-undang Ketenagalistrikan.
“SLO wajib dimiliki instalasi pembangkit, transmisi dan distribusi, pemanfaatan tegangan tinggi, pemanfaatan tegangan menengah, dan pemanfaatan tegangan rendah melalui pemeriksaan dan pengujian,” sebut Herry.
Begitu juga dengan teknisi ketenagalistrikan yang bekerja pada usaha ketenagalistrikan, wajib memiliki sertifikat kompetensi terakreditasi oleh Kementerian ESDM. Dimana, teknisi ini adalah seseorang yang berpendidikan di bidang ketenagalistrikan.
Sementara itu, GM PLN Wilayah Sumbar, Supriadi mengakui, wajar ada yang pihak menggunakan pembangkit listrik non PLN. Hal itu karena, beberapa waktu lalu, sering dilakukan pemadaman bergilir. Namun, pemadaman ini bukan berarti disengaja, melainkan karena adanya kerusakan pada pembangkit listrik karena musim kekeringan dan bencana asap yang melanda Sumbar.
“Sebenarnya kapasitas kita itu melebihi kebutuhan yang ada di Sumbar ini. Namun pemadaman bergilir kemarin itu, karena ada kerusakan. Bahkan, dari kasapasitas yang ada, hanya terpakai 60 persen. Bahkan, masih ada lagi potensi-potensi energi terbaruan yang ada di Sumbar ini. Potensi lokal ini harus dikembangkan,” sebutnya.
Direktur Utama PT Andalan Mutu Energi sebagai lembaga inspeksi teknik terakreditasi,Yusuf Setiawan mengatakan, sertifikasi ketenagalistrikan itu harus memiliki kompetensi, instalasi, dan juga produknya atau material dalam rangka mencapai aman, dan ramah lingkungan. Pentingnya Bimtek tersebut katanya, sebagai langkah dalam mendorong percepatan pembangunan listrik 3500 MegaWatt, yang tentunya membutuhkan banyak teknisi, peralatan atau alat yang berbau kelistrikan yang dipasang.
Oleh karena itu, sangat diperlukan sosialisasi mengenai perizinan dan memperoleh SLO. Apalagi telah diatur dalam UU nomor 30 tahun 2009, yang membangun instalasi itu bukan hanya BUMN seperti PLN akan tetapi juga swasta.
Yusuf mengemukakan lagi, untuk saat ini diadakan sosial sosialisasi mengenai perizinan ketenagalistrikan. Baik itu terkait izin usaha penyediaan dan izin usaha operasi. Khusus instalasi pembangkit diketenegalistrikan, kalau sifatnya menjual harus ada izin usaha penyediaan. Akan tapi kalau sifantya pemakaian sendiri harus ada izin operasi. Dan itu terbagi tiga, kalau arusnya diatas 200 kph itu harus memiliki izin operasi, dan 25-200 kph harus terdaftar.
“Nanti kita akan memberikan informasi bagaimana mendapatkan izin, sertifikas SLO dan siapa-siapa yang berhak mengeluarkannya, karena dalam peraturan itu karena regulasi SLO dilakukan invesi teknik yang terakreditasi. Akreditrasi diberikan oleh Menteri ESDM begitu pun sertifikat kompetensi dan dilakukan lembaga kompetensi,” tutur Yusuf. (da)

Exit mobile version