Harga Terjun Bebas, Petani Sawit Menjerit

Harga sawit yang kian menurut, membuat petani kesulitan perekonomian.

AGAM, METRO– Keresahan petani sawit  tidak hanya dirasakan masyarakat Pessel. Hal yang sama juga dirasakan petani di Kabupaten Agam. Harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani dijual Rp600/kilogram dan membuat pendapatan petani makin terjun bebas.

Seperti yang diungkap salah sorang petani sawit di Kecamatan Palembayan, Pardi (39). Dia mengeluhkan, kondisi kelapa sawit TBS terus mengalami penurunan, hasilnya pun semakin tidak bisa diharapkan.

Katanya, hampir seluruh petani sawit di Agam mengalami hal demikian. Antara biaya panen dan hasil panen tidak sesuai menjadi persoalan utama. ”Harganya turun sekali, kami tak mampu mau lagi memanen sawit yang ada, karena biaya operasionalnya cukup besar,” ucapnya.

Kepala Dinas Kehutanan Dan Perkebunan (Dishutbun) Agam Yulnasri mengatakan, pihaknya menyarankan agar petani sawit rakyat atau petani sawit yang bukan di bawah naungan perusahaan, bisa bergabung dan bekerjasama dengan Perusahaan Kelapa Sawit (PKS).

”Kalau mereka bekerjasama, setidaknya harganya tak jauh penurunan,” katanya. Dia memprediksi, harga sawit semakin menurun. Kalau harga sawit di bawah Rp1.000, kasihan nasib petani. Pihaknya juga sudah membicarakan soal ini bersama pihak pemerintah provinsi untuk membahas kenaikan harga.

”Kita tidak bisa menyalahkan semua pihak dalam masalah ini,” ucapnya.
Lanjut Yulnasri, penggunaan produksi sawit menurun. Dengan menurunnya kelapa sawit, tentu perusahaan pengelolaan sawit juga menurunkan produksi. ”Kita contohkan di China dan Thailand, mereka telah menurunkan produksi,” sebutnya.

Sementara untuk Indonesia, suplai sawit makin hari semakin membeludak. Penumpuk pun terjadi di setiap perusahaan. Khusus untuk Agam, persoalannya banyak buah kelapa sawit yang tertahan.

Langkah yang harus dilakukan pemerintahan, melakukan pembinaan kepada petani khusus petani rakyat, seperti penyuluhan tentang pemupukan dan memberikan pembinaan lansung bahwa memanen kelapa sawit jangan terlalu dini,” katanya.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Negeri Andalas (Unand) Elfindri mengatakan, dalam masalah yang seperti ini, pemerintah harus ada solusi yang digagas. Misalnya, melakukan intervensi harga sawit rakyat dan harga sawit plasma sehingga daya jual masyarakat tidak menurun.

Selain itu, pemerintah harus lebih tepat memberi subsidi. ”Jangan hanya mengalokasikan anggaran semata, sementara subsidi ke petani kurang,” katanya.
Dia mencontohkan, subsidi itu bisa berupa pemberian pupuk, bibit atau kebutuhan petani lainnya.  Kemudian, pemerintah juga harus bisa mengalokasikan kredit untuk petani. (i)

Exit mobile version